Kemitraan perusahaan dengan masyarakat akan menjadi kunci pengembangan sektor kelapa sawit nasional ke depan. Perusahaan kelapa sawit harus bisa membantu perkebunan rakyat untuk meningkatkan produktivitas, baik melalui pemilihan benih unggul maupun tata kelola perkebunan.
“Perkebunan rakyat semakin memainkan peranan penting dalam industri kelapa sawit nasional,” kata Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Joko Supriyono, yang menjadi pembicara dalam Asian Agriculture and Food Forum 2018.
Saat ini Indonesia merupakan produsen sawit terbesar dunia dengan produksi tahun 2017 sebesar 42,04 juta ton. Sekitar 31,05 juta ton diekspor. Dengan posisi ini maka minyak sawit merupakan penyumbang devisa terbesar yaitu USD22,9 miliar.
Negara tujuan ekspor utama adalah India 7,62 juta ton, Uni Eropa 5,03 juta ton, Tiongkok 3,73 juta ton, Afrika 2,28 juta ton dan negara-negara lainnya.
“Setiap tahun kenaikan permintaan minyak nabati dunia mencapai 5 juta ton. Sawit dengan produktivitas paling tinggi dibanding minyak nabati lain mampu memenuhi permintaan ini sehingga memberikan peran significant dalam konteks ketahanan pangan dunia,”katanya.
Kelapa sawit Indonesia saat ini menghadapi dua tantangan besar. Tantangan pertama dari ekternal berupa kampanye negatif, isu keberlanjutan dan penerimaan pasar terutama di negara maju.
“Tantangan ke dua internal di dalam negeri yaitu produktivitas dan efisiensi yang rata-rata masih rendah dan pengembangan perkebunan rakyat,” kata Joko.
.
Menjawab tantangan tersebut perusahaan perkebunan kelapa sawit harus menjalin kemitraan dan membantu perkebunan rakyat untuk meningkatkan produktivitas. “Program penelitian dan pengembangan, mekanisasi dan otomatisasi yang lakukan perusahaan perlu ditularkan pada perkebunan rakyat sehingga produktivitas mereka juga meningkat,” katanya.