Jakarta, mediaperkebunan.id – Benar, bahwa untuk mendorong sektor agribisnis maka diperlukan kemitraan antara industri dalam hal ini perusahaan sebagai pengolah hasil panen petani dengan petani sebagai pemasok bahan baku industri.
“Jadi membangun kemitraan itu seperti orang menikah. Diperlukan kepercayaan, tanggung jawab antar pasangannya, dalam hal ini industri dengan petani,” jelas Hendratmojo Bagus Hudoro, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan).
Artinya dalam hal ini, menurut Bagus dalam melakukan kemitraan harus saling menguntungkan, baik ditingkat perusahaan ataupun ditingkat petani sebagai pemasok bahan baku industri.
Namun, untuk mencapai hal tersebut tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Sebab yang namanya kemitraan tidak hanya petani memasok bahan baku untuk industri atau industri hanya membeli bahan baku petani.
Artinya kemitraan tidak hanya sekedar beli putus antara perusahaan dengan petani. Tapi perusahaan ikut membnina petani agar bahan baku yang dipasok oleh petani ke perusahaan (industri) sesuai dengan keinginannya baik kualitas dan kuantitasnya.
“Harapan kami kemitraan tidak hanya membeli putus, tapi pengembangan tembakau bisa secara kerberlanjutan. Petani perlu kepastian jaminan jual setelah melakukan penanaman, dan industri perlu jaminan barang dari petani. Baik jumlah dan kualitas sesuai dengan arealnya,” papar Bagus.
Kemudian, Bagus mengingatkan, sebelum melakukan kemitraan petani juga sebaiknya membentuk kelembagaan petani. Baik dalam bentuk Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM)-Sejahtera, Koperasi Tani, ataupun lainnya.
Sehingga dalam hal ini petani mempunyai energi. Kemudian dengan kelembagaan tersebut, petani juga mempunyai akses dengan pelaku pupuk dalam hal ini pabrikan. Harapannya petani akan mendapatkan harga yang lebih terjangkau karena melalui kelembagaan petani, petani dapat membeli dalam jumlah yang besar, dan hal itulah yang dibutuhkan oleh produsen pupuk.
Lalu, dengan kelembagaan petani maka petani akan mempunyai kekuatan untuk mengajukan bantuan pembiayaan dari Lembaga Keuangan seperti perbankan, baik dalam bentuk kredit usaha rakyat (KUR) ataupun sejenisnya. Setelah yang tidak kalah penting dengan kelambagaan petani maka petani juga bisa mencari atau menyediaakan bibit untuk para anggotanya.
“Artinya dengan melakukan kelembagaan petani maka posisi tawar petani bisa besar terlebih saat panen tiba. Setelah melakukan kelembagaan petani, barulah melakukan kemitraan dengan industri. Sehingga industri akan mendapatkan bahan baku yang seragam dan jumlah yang sesuai,” himbau Bagus.
Sehingga, kata Bagus untuk bisa melakukan kemitraan secara berkelanjutan maka perlu komunikasi sehingga terjalin kerjasama yang harmonis antara perushaan dengan petani. Agar tercipta kemitraan yang harmonis maka dalam hal ini harus ada transparansi sehingga keduanya merasakan keuntungan, tidak hanya satu pihak.