Denpasar, Mediaperkebunan.id – Memadukan hutan bernilai konservasi tinggi dalam budidaya sawit bagi Kementerian Kehutanan merupakan kewajiban sebagai tanggung jawab untuk memastikan praktek manajemen keberlajutan yang menyeimbangkan ekonomi, lingkungan dan sosial. Hutan bernilai konservasi tinggi harus dibangun dengan pengenalan bahwa hutan unik secara ekologo, sosial dan budaya dengan fokys pada perhatian khusus dan perlindungan. Nilai-nilai ini akan memberi manfaat seperti konservasi keanekaragaman hayati, tata kelola air, penangkapan karbon dan budaya masyarakat setempat. Saparis Soedarjanto, Sekretaris Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Kehutanan menyatakan hal ini pada ICOPE 2025.
Keterpaduan hutan dan sawit memerlukan perencanaan yang berhati-hati dan memperhatikan berbagai faktor yang relevan seperti jenis tanah, iklim dan kehati lokal. Perlu monitoring dan evaluasi terus menerus untuk menilai apakah strategi ini efektif dan segera melakukan perbaikan jika tidak sesuai. Memadukan hutan dan sawit merupakan jalan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dengan menjalankan praktik konservasi kehati dan mengadopsi praktek berkelanjutan maka nilai ekonomi sawit dapat ditingkatkan sambiil menjaga lingkungan bagi generasi mendatang. Pada masa lalu hutan menjadi sumber nafkah masyarakat. Hutan merupakan salah satu penghasil devisa utama tahun 1970an, sumber pertumbuhan ekonomi sehingga penebangan meningkat untuk mendukung industrialisasi dan pembangunan infrastruktur. Areal eks penebangan hutan sekarang banyak berubah menjadi hutan tanaman industri dan kelapa sawit.
Menurut UU Kehutanan tahun 1999 hutan adalah kesatuan ekosistem dalam satu lanskap yang didominasi pepohonan. Lankap adalah daratan sejauh mata memandang. Lanskap bervariasi tergantung pada penggunaan dan tutupannya juga spasial dan pengaturan kelembagaan yang berkontribusi terhadap ciri khasnya.
Dari definisi tadi, hutan dan sawit adalah bagian dari lanskap yang berperan pentung dalam menjaga keanekaaragaman hayati, mendukung ekonomi lokal dan global, memberi sumber penghidupan melakukan sumber daya terbarukan dan berbagai jasa lingkungan. Sawit di Indonesia sudah dikembangkan beberapa dekade lalu dan memberikan peran signifikan dan penggunaan lahan dan lanskap Indonesia. Parameter agro ekologi harus memperhatikan kestabilan lanskap dan keberlanjutan sumber daya alam, pembangunan sawit seperti penggunaan lahan lainnnya harus berperan secara signifikan dan berimbang secara ekonomi, sosial dan ekologi.
Sesuai dengan tema ICOPE yaitu integrasi sawit dalam alam, dengan posisi sawit sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2020 tumbuh 1,25%/tahun, lebih tinggi dari proyeksi yang dibuat tahun 2010 1,18%. Situasi ini menyebabkan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati dan polusi.
“Saya ingin berdiskusi bagaimana memadukan manfaat ekonomi sawit dan kebutuhan mendesak untuk keberlanjutan lingkungan. Kuncinya adalah integrasi. Perkebunan kelapa sawit harus berusaha denga keras melakukan pendekatan menyeluruh untuk memadukan budidaya sawit dan ekosistem alam seperti hutan,” katanya.
Caranya dengan sistem agroforestry yang memadukan kelapa sawit dengan tanaman lainnya yang produktif dan bernilai ekonomi, konservasi keanekaragaman hayati dengan membuat koridor satwa liar untuk menghubungkan hutan yang sudah terpisah-pisah oleh kebun sawit. Hal ini membuat satwa liar bisa bergerak bebas dan mematikan terjadi aliran gen sehingga tidak terjadi inbreeding, menjaga keseimbangan ekologi.