Yogyakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui bahwa lahan gambut bisa dilakukan untuk budidaya kelapa sawit asalkan haruslah dengan cara-cara yang sustainable (berkelanjutan). Hal tersebut dilakukan atas dasar perubahan PP 71/2014 menjadi PP 57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Hal tersebut diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Mukti Sardjono dalam
Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan “Pengelolaan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Lahan Gambut” di Yogyakarta.
“Jadi pengelolaan kepala sawit berkelanjutan sangat memerlukan pemahaman yang holistik. Hal ini penting agar tidak menimbulkan permasalahan di bidang ketahanan pangan, ekonomi, kerawanan sosial bahkan politik terutama di kawasan budidaya,” jelas Mukti.
Lebih lanjut, menurut Mukti, saat ini kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai sumber penghidupan masyarakat dan devisa negara. Pemahaman yang menyeluruh diperlukan, agar pengelolaan berkelanjutan atau tidak menimbulkan masalah di berbagai bidang.
Atas dasar itulah, adanya perubahan PP 71/2014 menjadi PP 57/2016 maka secara substansial ada pengaturan Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya. Tapi, perubahan tersebut belum menjawab semua persoalan pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya berkelanjutan baik yang diusahakan oleh perusahaan maupun petani pekebun.
“Upaya konservasi sangat diperlukan tetapi potensi budidaya berkelanjutan juga diperlukan mengingat kelapa sawit juga telah sekian lama dikembangkan di lahan gambut dan telah memberikan manfaat sumber pendapatan yang utama bagi masyarakat dan negara,” terang Mukti.
Sebab, berdasarkan catatan Kementan, saat ini luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 11,9 juta hektar, dan sekitar 41 persennya dikuasai oleh perkebunan rakyat. Kemudia luas areal tersebut menghasilkan 33,2 juta ton crude palm oil (CPO).
Adapun ekspor CPO dan turunannya mencapai 28 juta ton, nilanya US$ 19 milyar atau sekitar Rp 249 trilyun. Bahkan ekspor ini melampaui nilai ekspor minyak dan gas bumi.
“Ini artinya menunjukkan kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk itu, pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan dilahan gambut dapat dilaksanakan sesuai dengan PP Nomor 57 Tahun 2016 dan kelapa sawit semakin memberikan kontribusi sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, bangsa dan negara tercinta Indonesia,” tambah Mukti.
Sehingga, menurut Dirjen Perkebunan, Kementan, Bambang prestasi ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan produksi kelapa sawit melalui pengelolaannya secara berkelanjutan di lahan gambut. Selain itu, peningkatan produksi kelapa sawit harus juga dilakukan melalalui replanting. “Maka sampai saat ini potensi perkebunan kelapa sawit yang perlu direplanting 2,4 juta hektar,” tambah Bambang.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis dan Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani menegaskan untuk mewujudkan pengelolaan lahan gambut untuk kelapa sawit harus dilakukan secara bijaksana. Sebab, kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memiliki daya saing tinggi.
“Selain itu, mewujudkan pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan harus memastikan bahwa regulasi atau kebijakan yang ada tidak mempersulit pengelolaan lahan gambut dan sinkron antara satu dengan lainnya,” pungkas Mangga Barani yang juga Mantan Dirjen Perkebunan. YIN