2nd T-POMI
2017, 24 September
Share berita:

Harus diakui, bahwa ekspor hasil perkebunan turut andil yang cukup besar dalam mendongkrak neraca perdagangan, hal tersebut terlihat dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas pertanian bulan Januari hingga Agustus 2017 mencapai USD 22,18 miliar, sedangkan nilai impor hanya USD 11,20 miliar, sehingga surplus USD 10,98 miliar. Surplusnya ini naik 101 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang hanya surplus USD 5,46 miliar.

“Melihat data ini, kebijakan kebijakan pengendalian rekomendasi impor dan mendorong ekspor sudah on the right track dalam meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Diantaranya ekspor kopi, karet, kelapa sawit, kelapa, pala, dan lainnya naik cukup signifikan,” terang Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi.

Tidak hanya itu, menurut laporan Bank Indonesia, tahun 2016 yang lalu, neraca perdagangan barang (net trade goods) Indonesia mencatat surplus sebesar 15.4 milyar dollar Amerika Serikat. Neraca perdagangan migas sendiri ternyata mengalami defisit sebesar 4.8 milyar dollar Amerika Serikat. Sedangkan neraca perdagangan non migas mengalami surplus sebesar 20.2 milyar dollar Amerika Serikat.

Dalam surplus neraca perdagangan non migas tersebut, terkandung devisa (net ekspor) yang berasal dari perkebunan. Salah satunya yaitu kelapa sawit yang menyumbang sekitar 18 milyar dollar Amerika Serikat. Hal ini berarti tanpa devisa kelapa sawit, neraca perdagangan non migas Indonesia menyumbang surplus kecil yakni 2.2 milyar dollar Amerika Serikat.

Sehingga tanpa devisa sawit, neraca perdagangan (migas dan non migas) RI tahun 2016 bukan surplus melainkan defisit sebesar – 2.6 milyar dollar Amerika Serikat. Lagi-lagi sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, tahun 2016 industri sawit yang masuk dalam sektor perkebunan menjadi penyelamat neraca perdagangan Indonesia.

Baca Juga:  Pemerintah Optimalkan Penyerapan Tembakau lokal

Disisi lain, Suwandi mengakui bahwa sejak 2016 konsumsi beras 100 persen sudah dari produksi sendiri dan tidak ada impor beras medium yang dikonsumsi masyakarat luas. Sesuai data BPS, impor beras Januari hingga Agustus 2017 sebesar 191 ribu ton. “Impor tersebut bukan beras medium, tetapi beras pecah 100% (menir) sebesar 187 ribu ton dan sisanya berupa benih dan beras termasuk beras khusus,” pungkas Suwandi. YIN