JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Sejak 2017, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah memfasilitasi 56 kasus konflik di perkebunan. Dari kasus yang terjadi di 20 provinsi itu meliputi konflik lahan, perizinan dan kemitraan.
Demikian dikatakan Direktur Perlindungan Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementan, Ardi Praptono kepada Mediaperkebunan. “Alhamdulillah kasus konflik di perkebunan yang kami fasilitasi berhasil diselesaikan,” ujarnya.
Ardi menuturkan, konflik di perkebunan merupakan gangguan usaha perkebunan yang harus segera diselesaikan. Sehingga usaha budidaya perkebunan dapat berjalan lancar tanpa halangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas.
Menurut Ardi, permasalahan konflik di perkebunan tidak bisa ditangani Kementan saja namun juga melibatkan kementerian lain. Konflik lahan, misalnya, yang harus melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Salah satu contohnya perusahaan perkebunan tidak mempunyai kemampuan mengusahakan tanah dan jangka waktu pemberian HGU telah habis. Sementara tanah-tanah tersebut selama puluhan tahun telah dimanfaatkan oleh masyarakat.
Padahal, lanjut Ardi, perusahaan perkebunan wajib mengusahakan lahan perkebunan paling lambat 2 tahun setelah pemberian status hak atas tanah. “Jika lahan perkebunan tidak diusahakan dapat diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tukasnya. (YR)