Palembang, Media Perkebunan.id
UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar) pada karet terbukti mampu meningkatkan harga ditingkat petani. Dengan pembinaan dibawah UPPB petani mendapat pembinaan, bantuan sehingga mutu bokarnya meningkat dan langsung dipasarkan ke pabrik. Perbedaan harga antara petani yang menjual sendiri-sendiri dibanding dengan UPPB bisa mencapai Rp3000/kg.
“Sukses UPPB ini akan kita coba kembangkan pada komoditas lain yaitu kelapa. Petani kelapa berkelompok dalam satu hamparan dengan luasan tertentu kemudian kelompok ini bergabung dalam UPPK. Pembinaan dan bantuan diberikan lewat UPPK. Penjualan UPPK langsung ke eksportir atau pabrik. UPPK yang siap juga didorong ke hilir menghasilkan produk bernilai tambah tinggi,” kata Dedi Junaedi, Diretur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan pada FGD Peningkatan Akses Pasar serta Pengembangan Produk Utama dan Produk Samping Kelapa Berbasis Koorporasi Petani di Palembang.
Januari – September 2020 dibanding periode yang sama tahun 2019 terjadi peningkatan volume dan ekspor kelapa dan produk kelapa. Volume ekspor 2019 1,33 juta ton sedang 2020 1,53 juta ton, pertumbuhan 14%. Sedang nilai ekspor 2019 USD646,77 juta 2020 USD819,26 juta, pertumbuhan 27%.
Artinya permintaan dunia untuk kelapa dan produknya semakin meningkat. Pasar terbuka lebar sehingga harus dimanfaatkan. Ekspor selama ini didominasi oleh kelapa bulat harus diubah dengan lebih banyak kelapa olahan.
Januari-September 2020 volume ekspor terbesar ke Malaysia 323.706 ton, kemudian China 265.789 ton, Thailand 120.740 ton, India 100.611 ton, Vietnam 94.525 ton, Amerika Serikat 94.058 ton, Bangladesh 80.920 ton, Belanda 80.654 ton dan Korea Selatan 71.355 ton, negara-negara lain 291.076 ton.
Sedang dari nilai ekspor terbesar ke Malaysia USD127, 92 juta, kemudian China USD104,26 juta, Amerika Serikat USD82,39 juta, Belanda USD67,94 juta, Thailand USD44,81 juta, Korea Selatan USD33,79 juta, Rusia USD29,79 juta, Singapura USD27,68 juta, India USD27,51 juta, Saudi Arabia USD26,13 juta, Srilanka USD25,95 juta, negara-negara lain USD296,35 juta.
Ekspor kelapa masih didominasi oleh kelapa bulat. Kedepan Kementan berusaha supaya lebih banyak produk olahan sebab dengan ekspor kelapa bulat nilai tambah dinikmati negara-negara tujuan ekspor. Caranya dengan menumbuhkan hilirisasi mulai dari tingkat kelompok tani. Sekarang ekspor kelapa bulat besar karena di beberapa provinsi seperti Sumsel industri kelapa masih kurang.
“Undang-undang cipta kerja mendorong kelompok tani dan koperasi petani menjadi korporasi petani. Kita akan tumbuhkan kelompok tani sebagai pemasok bahan baku industri yang bernilai tambah tinggi,” katanya.
Tantangan pengembangan kelapa nasional tidak hanya persoalan produktivitas tetapi juga nilai tambah yang sangat butuh perhatian yang besar. Ditengah pandemic ini, pada hakikatnya produk kelapa seperti VCO semakin meningkat kebutuhannya karena memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk daya tahan tubuh. Tentunya perlu inovasi-inovasi yang lebih baik lagi di sisi petani dan pelaku usaha agar produk kelapa ini mendapat branding yang positif dalam hal pemasarannya. Juga sabut kelapa/ coco fibre yang memiliki potensi sangat besar untuk bahan baku industry jok dan dashboard kendaraan, media tanaman dan alat rumah tangga lainnya. Tidak kalah potensi nya untuk bahan bakar adalah charcoal yang saat ini banyak diminati di negara Kawasan timur tengah dan Eropa.
Ditambahkan Dedi Junaedi bahwa peningkatan daya saing produk perkebunan khususnya kelapa dapat dilakukan selain melalui kegiatan promosi juga melalui upaya diplomasi perundingan baik dalam skema PTA, FTA maupun CEPA yang sedang berjalan dan akan dilakukan upaya inisiatif baru dengan negara lain secara bilateral dan regional. Teknologi Informasi akan menjadi suatu kepatutan dalam sistem perdagangan komoditas ekspor. Penggunaan IT dalam bentuk Marketing Online Platform juga diharapkan dapat mendukung untuk setiap aktivitas Promosi.