Jakarta, Mediaperkebunan.id
Berbagai upaya pemerintah yang sudah dilakukan untuk mengangkat harga karet sampai saat ini belum efektif dan berhasil. Harga karet alam masih stagnan rendah. I Putu Juli Ardika, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian menyatakan hal ini pada Sarasehan Komoditas Karet Alam Nasional : Mau Dibawa Kemana” yang diselenggarakan Ditjen Industri Agro.
Upaya yang sudah dilakukan selama ini adalah kesepakatan pengurangan ekspor melalui Agreed Export Tonnage Scheme. Skema ini tidak efektif karena ketika tiga produsen utama yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand mengurangi ekspor malah digunakan negara lain mengisi pasar.
Optimalisasi penggunaan karet dalam negeri melalui Demand Promotion Scheme yaitu aspal karet untuk infratruktur dan pengembangan produk turunan karet. Realisasi dua program ini masih jauh dari harapan.
Program P3DN untuk pengadaan proyek yang dibiayai APBN dan APBD. Industri barang jadi untuk memenuhi P3DN juga sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi tantangannya banyak sekali. Pemerintah sudah berusaha membantu seperti harga gas khusus untuk industri olahan karet. Kemenperin akan terus berjuang supaya industri hilir karet bisa terus berkembang.
Harga karet dunia yang terus turun, Jan 2011 TSR20 USD5,4/kg sedang Desember 2022 tinggal USD1,4/kg, turun drastis USD4/kg membuat karet banyak tidak disadap membuat pasokan bahan baku semakin menurun. “Hal ini membuat impor cup lump naik. Triwulan III naik 22% dibanding total impor 2021. Impor mencapai 53,4 ribu ton. Bahkan kita mengimpor dari Pantai Gading yang dulu tidak apa-apanya sebagai produsen karet alam,” kata Putu lagi.
Padahal karet masih memegang peran penting bagi Indonesia. Tahun 2021 devisa dari industri ini USD7,1 miliar terdiri dari industri hulu USD4,01 miliar dan industri hilir USD3,09 miliar. Tenaga kerja langsung yang terserap 60 ribu orang, tidak langsung 258 ribu orang dan berdampak langsung pada 2,5 juta petani.
Luas perkebunan karet di Indonesia 3,6 juta ha, produksi tahun 2021 3,03 juta ton, kontribusi terhadap PDB 2,7%. Karet alam hanya 20% diolah di dalam negeri menjadi ban, vulkanisir, dock fender, barang teknis dan lain-lain), sisanya 80% diekspor dalam bentuk crumb rubber dan RSS.
Deputi Menko Perekonomian bidang Pangan dan Agribisnis, Musdhalifah Machmud menyatakan tantangan utama yang dihadapi hulu karet saat ini adalah konversi lahan menjadi kelapa sawit dan tanaman lainnya yang lebih menguntungkan. Harga yang terus menerus turun menyebabkan nilai kompetitif karet menjadi lebih rendah dibanding tanaman lain.
Tantangan lainnya adalah sustainability. Menko Perekonomian sudah menginisiasi SNARPI (Sustainable Natural Rubber Platform of Indonesia) untuk menghadapinya dengan kemampuan ketelusuran dan pembuktian tidak melakukan deforestasi.
Sedang dihilir adalah hilirisasi harus lebih dikembangkan. Ekspor Indonesia 80% dalam bentuj crumb rubber dan RSS, di negara tujuan diolah jadi barang jadi, setelah itu ada yang diekpor kembali ke Indonesia.
“Kata kuncinya adalah sinergi, kolaborasi dan komitmen. Hulu harus tangguh supaya hilir bisa sukses,” katanya.