2021, 25 Oktober
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Salah satu amanat UU Cipta Kerja pasal 25 adalah pemerintah harus memberdayakan koperasi sektor tertentu, salah satunya adalah pertanian termasuk koperasi petani kelapa sawit. Bagus Rachman, Asisten Deputi Pengembangan dan Pembaruan Perkoperasian, Deputi Bidang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan hal ini dalam webinar seri 3 Perkuat Kemitraan dengan Pola Terkini untuk Masa Depan Sawit Indonesia Berkelanjutan” yang diselenggarakan ASPEKPIR Indonesia didukung BPDPKS.

Koperasi pertanian dikembangkan sebagai bisnis korporasi petani model koperasi. Potensi koperasi ini masih besar karena masih banyak kelompok tani yang belum berkoperasi (59% dari total 11.880 kelembagaan ekonomi petani).

Koperasi dapat berperan sebagai aggregator hasil produksi anggota dan avalis kebutuhan pinjaman produktif anggota. Tantangannya adalah partisipasi usaha anggota di sektor riil masih rendah (20% koperasi jenis produsen; belum diterapkannya model bisnis pengembangan koperasi; belum ada integrasi horizontal dan vertikal dalam pengembangan koperasi.

Alternatif dan solusinya adalah penyusunan model bisnis pengembangan koperasi, pendampingan dan penyuluhan perkoperasian kepada kelompok usaha produktif masyarakat berbasis komoditas; pengembangan kerjasama antar koperasi melalui integrasi koperasi dengan dukungan BUMN sebagai offtaker, logistik dan hilirisasi.

Koperasi petani sawit harus menjadi koperasi modern yang telah mengadopsi teknologi, berpotensi dalam skala industri, memiliki akses terhadap sumber permodalan dan pasar sehingga menghasilkan nilai tambah tinggi dan manfaat yang besar kepada anggotanya dengan mengedapankan nilai dan prinsip koperasi.

Rancangan operasionalnya adalah petani kelapa sawit menjual TBS kepada koperasi. Koperasi membeli dan mengolah TBS (PKS sendiri) atau bermitra dengan perusahaan. Koperasi memasarkan CPO dan produk lain baik pasar ekspor maupun domestik.

“Kemenkop UKM saat ini sudah melakukan reorganisasi sehingga menjadi lebih ramping. Kalau dulu deputi koperasi hanya mengurusi hal teknis sedang pembiayaan dan SDM pada deputi lain sekarang semua urusan perkoperasian ada di bawah deputi koperasi,” kata Rachman. Deputi Bidang Perkoperasian saat ini memiliki empat asdep yaitu Pengembangan dan Pembaruan Koperasi, Pembiayaan dan Penjaminan Koperasi, Pengawasan Perkoperasian dan Pengembangan SDM Perkoperasian.

Baca Juga:  Penanganan Hama Menjadi Tantangan Industri Sawit

Korporasi Koperasi Petani Kelapa Sawit diharapkan membuat petani mampu menghadapi fluktuasi harga TBS, melakukan peremajaan dan bersertifikat ISPO, meningkatkan produktivitas dan tata kelola kebun yang lebih baik, membuka akses pasar dan permodalan. Korporatisasi koperasi membuat koperasi mampu mengelola kebun dan pabrik, jaminan rantai pasok dan harga, jaminan pasar, penguatan model dan kompetensi , kemakmuran petani.

Pengembangan model bisnis koperasi sawit merupakan tugas Kemenkop dan UKM dengan dukungan Kementan, Kemenperin, Kemendag dan KLHK. Bersama dinas koperasi dan UKM dilakukan penerapan manajemen koperasi modern, pengembangan kemitraan koperasi, peningkatan kapasitas pengelolaan organisasi dan usaha koperasi, peningkatan kapasitas teknologi informasi dan pengawasan koperasi.

Beberapa koperasi petani kelapa sawit bergabung dalam satu koperasi sekunder yang mempunyai sistim informasi organisasi dan badan hukum koperasi, literisasi digital koperasi, registrasi anggota secara online, pelayanan menggunakan aplikasi, rapat anggota secara online, UMKM anggota koperasi terintegrasi dalam rantai pasok, sistem laporan keuangan online, sistem monitoring secara online.