Jakarta, mediaperkebunan.id – Direktur Bina Sistem Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna dalam peluncuran panduan PADU PERKASA menegaskan pentingnya pemahaman terkait penggunaan perjanjian kerja harian berdasarkan regulasi nasional. Menurutnya, panduan PADU PERKASA sudah sangat baik dalam memberikan arahan terkait pekerja harian sawit, namun tetap perlu dipahami lebih lanjut oleh para pemangku kepentingan.
“Terkait dengan penggunaan perjanjian kerja harian berdasarkan regulasi nasional, sebenarnya dalam panduan PADU PERKASA sudah sangat bagus dan ada semua. Tetapi mungkin coba kami sampaikan sedikit terkait dengan apa yang ada di dalam regulasi nasional ini,” ujar Yuli Adiratna, Selasa (18/03/2025).
Ia menjelaskan bahwa dalam dunia ketenagakerjaan, hubungan kerja didasarkan pada perjanjian antara pengusaha dan pekerja yang mencakup tiga unsur utama, yaitu upah, pekerjaan, dan perintah.
“Semua di dalam ketenagakerjaan itu didasarkan pada hubungan kerja. Dalam hubungan kerja terdapat tiga unsur, yakni upah, pekerjaan, dan perintah. Selama ada tiga unsur ini maka ada hubungan kerja,” katanya.
Lebih lanjut, Yuli menjelaskan bahwa terdapat dua jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Ia juga menekankan bahwa perjanjian kerja harus memuat syarat kerja serta hak dan kewajiban masing-masing pihak.
“Terdapat perbedaan antara perjanjian kerja tertulis dan lisan. Untuk PKWT, perjanjian harus tertulis, sementara PKWTT boleh dilakukan secara lisan,” jelasnya.
Yuli Adiratna mengungkapkan bahwa perjanjian kerja harian merupakan bagian dari PKWT. Sebelumnya, istilah yang digunakan adalah “perjanjian kerja harian lepas” atau “buruh harian lepas,” namun dalam regulasi terbaru, istilah “lepas” tidak lagi digunakan.
“Sekarang kita menggunakan istilah perjanjian kerja harian. Ini bagian dari PKWT, karena PKWT dibuat atas dasar jangka waktu atau pekerjaan tertentu yang bersifat tidak tetap,” ungkapnya.
Perjanjian kerja harian hanya dapat diterapkan pada pekerjaan tertentu yang bersifat tidak tetap, di mana waktu dan volume pekerjaan dapat berubah-ubah. Oleh karena itu, sistem pengupahan pekerja harian didasarkan pada jumlah hari kerja yang disepakati.
“Upah pekerja harian ditetapkan secara bulanan dan dihitung berdasarkan jumlah kehadiran. Jika perusahaan menerapkan sistem enam hari kerja dalam seminggu, maka upah bulanan dibagi 25. Jika lima hari kerja, maka dibagi 21,” paparnya.
Yuli Adiratna juga mengapresiasi inisiatif GAPKI dalam menyusun panduan PADU PERKASA yang dinilai sangat membantu dunia usaha dan pekerja. Kemenaker menyambut baik inisiatif penyusunan panduan PADU PERKASA yang dibuat oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersama berbagai pihak terkait. Ia juga mengapresiasi peluncuran PADU PERKASA yang dinilai sangat membantu perusahaan sawit dan pekerja.
“Kami sangat menyambut baik PADU PERKASA ini karena bisa memberikan pencerahan bagi semua pihak,” tutupnya.