Saat ini sampai 10 tahun mendatang, permintaan kakao diperkirakan terus meningkat. Ada yang menggunakan istilah no more chocolates by 2020, yang menggambarkan adanya kekuatiran akibat tingginya permintaan melebihi penawaran.
Peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Soetanto Abdulah membenarkan bahwa saat ini pasar menginginkan biji kakao lebih besar lagi. Karena itu diperlukan usaha yang sangat serius untuk meningkatkan produksi kakao. menyatakan hal ini.
Disamping tetap mengupayakan peningkatan produksi lewat intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan di sentra produksi tradisional, pengembangan wilayah produksi baru perlu dilakukan antara lain di Sumatera dan wilayah perbatasan.
“Hingga tahun 1980-an, sentra produksi kakao adalah Pulau Jawa dan Sumatera,” terang Soetanto.
Dengan demikian, Soetanto menambahkan, faktor iklim dan tanah, Pulau Jawa dan Sumatera sebagian besar sesuai untuk tanaman kakao. Saat ini pengembangan kakao di Pulau Sumatera terjadi di Aceh, Sumatera Barat dan Lampung. Beberapa provinsi lain yang pernah menjadi daerah produksi kakao adalah Sumatera Utara, Riau dan Bengkulu.
Pengembangan sentra produksi kakao di wilayah perbatasan selain akan menyokong produksi nasional juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar tidak timpang dengan wilayah negara tetangga.
“Wilayah perbatasan Indonesia Malaysia mulai dari Kalimantan Barat sampai Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara juga sangat sesuai untuk pengembangan kakao. Demikian juga dengan perbatasan Indonesia-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur,” ucap Soetanto.
Hal itu karena menurut Soetanto sebagian besar berupa lahan pertanian beriklim kering sehingga sangat cocok untuk tanaman kakao. Maka dengan penerapan teknologi secara terintegrasi wilayah ini diharapkan dapat menyumbang produksi kakao nasional.
“Artinya, pengembangan di daerah kering mempunyai sisi positif yaitu kurangnya serangan hama penyakit,” pungkas Soetanto. S