Jakarta, mediaperkebunan.id – Industri kelapa sawit telah mengenal dan mengadopsi komitment konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem. HCV (High Conservation Value) / NKT (Nilai Konservasi Tinggi) dan HCS (High Carbon Stock) / SKT (Stok Karbon Tinggi). Baik yang dipersyaratkan oleh lembaga sertifikasi independen secara voluntary maupun pemenuhan peraturan dan sertifikasi nasional secara mandatory.
Hal tersbut diungkapkan Edi Suhardi, Kopartemen Hubungan Stakeholder Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia dalam Webinar Nasional & Live Streaming “Sawit Indonesia Berkelanjutan d& Semakin Ramah Lingkungan,” yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan, di Jakarta. Webinar tersebut dilakukan dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Bahkan, Edi menerangkan, Perusahaan kelapa sawit membuat lebih banyak kemajuan dalam menurunkan deforestasi dari rantai pasok minyak sawit, bahkan melampaui perusahaan dalam rantai pasokan produk kayu – komoditas yang paling awal mengadopsi. Sedangkan Perusahaan kayu lebih lambat dalam mengadopsi kemajuan komprehensif yang diperlukan dalam rantai pasokan sapi dan kedelai, yang terus tertinggal.
“Ini artinya industri kelapa sawit memiliki komitmen keberlanjutan yang yang lebih tinggi dibanding industri lainnya,” tegas Edi Nelson dalam Webinar Nasional & Live Streaming yang dihadiri 292 perseta.
Lebih dari itu, Edi menjelaskan, bahwa industri kelapa sawit paling peduli dibandingkan dengan industri lainnya dalam mencegah yerjadinya kebakaran laha. Hal tersebut tertuang dalam kewajiban pencegahan dan kelengkapan sarana prasarana perusahaan sawit yang jauh lebih tinggi, cenderung eksesif, seperti menara api, embung, dan lainnya.
“Kewajiban pecengahan persahaan sawit bisa 50% – 70% lebih tinggi dari industri lain atau pemerintah, per hektarnya,” jelas Edi.
Edi menguraikan, kesiapan industri dalam mencegah kebakaran lahan terbagi menjadi dua bagian, yakni kesiapan internal dan kesiapan eksternal.
Kesiapan internal seperti minimal 85% compliance sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan. Hal tersebut sesuai dengan PeraturanMenteri Pertanian (Permentan) nomor 5/2018. Kemudian kesiapan pra kemarau dan kesigapan musim kemarau tetap dijaga.
Sedangkan kesiapan eksternal seperti pembukaan lahan tanpa Bakar (PLTB) bersama masyarakat dan pemerintah desa. Lalu, adanya patroli oleh Masyarakat Peduli Api (MPA).
Sehingga dalam hal ini GAPKI terus mendorong anggotanya untuk melaksakan komitmen pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak kelapa sawit secara berkelanjutan, baik itu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai peraturan dan standar industri yang berlaku. Berita selengkapnya ada pada Majalah Media Perkebunan edisi Agustus 2021. (YIN)