Gorontalo, Mediaperkebunan.id
Tanaman kelapa untuk menghasilkan satu mayang perlu waktu 80 bulan. Manggar mulai kecil sampai muncul 44 bulan, kemudian dalam bentuk penuh 24 bulan dan pematangan 12 bulan. Jadi perlu waktu sampai 7 tahun. Panjangnya waktu yang diperlukan untuk berbuah membuat tanaman ini sangat rentan terhadap perubahan iklim. Rusthamrin Haris Akuba, Pakar Kelapa dari Politeknik Gorontalo menyatakan hal ini.
Perubahan iklim berbicara soal kenaikan suhu 2 derajat Celsius, jadi yang biasanya suhu 29-30 derajat Celsius sekarang jadi 31-32 derajat Celsius. Dalam simulasi yang dilakukan di India setiap kenaikan suhu 2 derajat Celsius akan menurunkan produksi sampai 20%. Perubahan iklim juga meningkatkan konsentrasi CO2 di udara. Diperkirakan akan bagus bagi tanaman karena semakin banyak karbon diserap sehingga produksi buah bisa naik sampai 10%.
Kenyataanya tidak demikian. Proses fotosintesis juga selain dipengaruhi oleh konsentrasi karbon juga suhu. Kenaikan suhu 2 derajat C membuat stomata tertutup sehingga manfaat kenaikan konsentrasi karbon ditutup oleh kenaikan suhu.
Perubahan iklim yang dirasakan sekarang adalah curah hujan semakin tidak bisa diduga. Musim hujan yang seharusnya bulan November tetapi sudah terjadi bulan Oktober. Terjadi perbedaan yang jelas antara musim hujan dan kemarau.
Kelapa adalah tanaman yang butuh air merata sepanjang tahun. Satu pohon butuh 140-160 ml/hari dan harus selalu tersedia. Curah hujan minimal kebun kelapa adalah 100 ml perbulan. Masalahnya sekarang pada musim kemarau sering tidak ada hujan sama sekali tetapi kemudian hujan setelahnya tinggi sekali sampai terjadi banjir sehingga penyerapan air juga tidak efektif. Dampaknya setelah 3 bulan kemarau maka 12 bulan kemudian produksi turun 10-20%.
Pengamatan sejak tahun 1982 di Kebun Percobaan Mapanget Manado bila musim kemarau 3 bulan maka 12 bulan sesudahnya produksi turun 10-20%. Demikian juga di Gorontalo sekarang kalau sudah kena kemarau panjang maka tahun berikutnya kelapa yang biasanya menghasilkan 60 butir/pohon/tahun tinggal 30 butir bahkan 15 butir.
Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah manajemen tanah, air dan konservasi Di India hal yang dilakukan adalah membuat irigasi tetes. “Tetapi di Indonesia saat ini sepertinya tidak mungkin. Memberi pupuk saja mereka tidak pernah apalagi membuat irigasi tetes,” katanya.
Cara yang ditempuh adalah kearifan tradisional yaitu dengan menimbun sabut kelapa 1,5 meter dari pokok utama dua lapisan untuk menjaga kelembaban tanah. Pupuk kimia juga jangan digunakan sebab akan membuat tanah semakin kering tetapi cukup diberi garam dapur saja.
Sedang di daerah pasang surut seperti sentra kelapa Inhil, Rusthamrin tidak terlalu kuatir. Di daerah ini air selalu tersedia setiap saat sehingga tinggal diatur tinggi muka airnya saja.
Rencana pemerintah untuk mengembangkan kelapa di daerah baru juga harus benar-benar memperhatikan masalah iklim. “Contohnya di Gorontalo pernah ditanam kelapa hibrida tetapi mati semua karena iklimnya tidak coco. Kelapa hibdrida butuh air banyak sepanjang tahun. Sekarang ada rencana peremaaan kelapa 5000 ha masalah iklim ini harus diperhatikan. Perhatikan varietas yang digunakan dan ketersediaan airnya, jangan dikembangkan saja tanpa melihat situasi,” kata Rusthamrin.