2021, 19 Juni
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Dana PSR yang sudah diserap provini Jambi dari tahun 2018-2021 mencapai Rp396 miliar untuk luas lahan 15.000 ha. “Pencapaian ini cukup lumayan tetapi kami masih belum puas. Target yang dibebankan pada kami tidak pernah tercapai karena kendala di lapangan,” kata Agusrizal, Kepala Dinas Perkebunan Jambi kepada Mediaperkebunan.id.

Masalah utama yang dihadapi adalah kebun petani dalam kawasan hutan. Di Jambi sebenarnya masalah tata batas antara APL dan kawasan hutan sudah selesai tahun 1993. Hanya belum ada satu peta dan pada saat berita acara tata batas ada pergeseran sehingga peta versi KLHK berbeda dengan versi BPN .

“Ada kebun petani plasma yang sudah bersertifikat teryata masuk dalam kawasan hutan, padahal itu merupakan areal transmigrasi. Dalam satu hamparan ada 15 kavling masuk dalam kawasan hutan. Kondisi ini membutuhkan waktu panjang untuk klarifikasi,” kata Agusrizal.

Disbun Jambi sangat berhati-hati dengan kebun dalam kawasan hutan ini. Salah melangkah bisa berurusan dengan aparat hukum. Setiap lahan yang diajukan untuk PSR selalu diklarifikasi ke BPN dan Dinas Kehutanan, sehingga butuh waktu lama.

Masalah lainnya adalah tanah-tanah yang belum bersertifikat, hanya surat keterangan dan sporadik dari kelapa desa saja. Gambarnya juga hanya sketsa dan bukan pengukuran oleh BPN. Dalam kondisi seperti itu Disbun minta titik koordinat kebun di 4 titik sehingga luas bisa diketahui.

Masalah-masalah ini membuat waktu untuk klarifikasinya menjadi lama. Ditambah lagi dengan keterbatasan SDM di kabupaten. SDM pemetaan jadi masalah karena hampir tidak ada. Masalah pemetaan selalu menjadi kendala dalam program-program Kementan.

Tim pendamping petani juga tidak bisa mengklarifikasi langsung semua kebun yang diajukan untuk PSR sehingga dilakukan uji petik. “ Petani ada juga yang curang. Dikatakan itu kebun sawit ternyata lahan terlantar atau kebun karet. Ini berbahaya juga untuk kita dan menjadi masalah baru lagi,” katanya.

Baca Juga:  WHO TANGGAPI SURAT DMSI, HAPUS SAWIT DARI FLYER JANGAN DIKOMSUMSI

Solusinya saat ini Disbun bekerjasama dengan lembaga penelitian IPB membuat aplikasi melalui drone dan satelit resolusi sangat tinggi . Tahun ini hanya di Kabuaten Muaro Jambi sedang tahun depan seluruh provinsi.

Aplikasi ini mampu menghitung jumlah batang sawit. Citra satelit mampu melihat tajuk sawit sehingga bukan saja luasnya bisa diketahui tetapi jumlah pohon termasuk yang ditanam sepanjang jalan dan depan rumah. Dengan aplikasi ini maka bisa diketahui apakah areal yang diajukan kebun sawit atau bukan.

Masalah besar lainnya adalah sebagian besar petani tidak berkelompok. Membuat kelembagaan petani baru butuh waktu. Petani swadaya mendominasi luas lahan di Jambi, sekitar 500.000 ha dari total 1.134.000 ha kebun sawit di Jambi.
Petani swadaya tumbuh tahun 1990an , 5 tahun setelah petani plasma dibangun di Jambi tahun 1985. Mereka menjadi petani sawit setelah melihat kesuksesan petani plasma. Tetapi tanpa pengetahuan yang memadai sekitar 50% menggunakan benih ilegitim.

Target PSR di Jambi masih bisa dikejar sebab kebun plasma saja ada 100.000 ha tersebar di 6 kabupaten. Daerah eks PIR-Trans ini merupakan pusat ekonomi daerah setempat. Kemitraan sebagian masih berjalan sebagian lagi tidak karena jual beli lahan membuat pemiliknya berubah-ubah.

Hal ini sering jadi masalah. Petani plasma menjual kebunya terus, kemudian pembeli menjual lagi, sampai 5 kali ganti pemilik tanpa balik nama, apalagi bila pembelinya bukan orang setempat. Karena itu dalam PSR dalam satu hamparan selalu ada spot yang tidak ikut.

Kehadiran Surveyor Indonesia (SI) yang diharapkan membantu percepatan PSR kenyataanya tidak sesuai harapan. Karena keterbatasan petugas di dinas kabupaten maka ada pembagian tugas, SI hanya beroperasi di kecamatan yang belum ada petugas disbun kabupaten.

Baca Juga:  KOMISI IV DPR-RI TERIMA KINERJA BPDPKS

“SI memperkerjakan mahasiwa yang tidak berpengalaman. Kenyataanya karena di kecamatan tugasnya kesulitan mereka masuk ke kecamatan yang sudah didampingi oleh disbun kabupaten. Hasil SI juga banyak yang meragukan sehingga disbun tidak mau menandatangani CPCL yang diajukan SI,” katanya.

Saat ini disbun hanya mendampingi proses pengajuan, verifikasi , penggunaan bibit dan tanam. Setelah itu tidak ada ada lagi pendampingan. Dinas kabupaten pernah diberi mandat mengangkat pendamping petani tetapi tidak ada yang berminat karena honornya Rp150.000/hari sedang lokasinya jauh.

Meskipun tidak ada pendampingan tetapi karena peserta PSR Jambi semuanya petani plasma hasiilnya bagus, saat ini sudah ada yang panen. Peserta PSR Jambi selama ini memang sangat mengharapkan dana peremajaan sehingga mereka sangat serius. Tetapi nanti kalau sudah didominasi petani swadaya maka pendampingan langsung dari persiapan sampai panen harus ada.