Jakarta, mediaperkebunan.id – Pemerintah akan melanjutkan kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk dapat di optimalkan oleh pelaku usaha khususnya investasi hilir sawit yang bernilai tambah tinggi di bidang pangan dan energi baru terbarukan.
“Kawasan Ekonomi Khusus dapat mempercepat pertumbuhan investasi energi baru terbarukan seperti bioetanol dan bioavtur yang bernilai tambah tinggi,” ujar Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian RI Dida Gardera dalam Seminar “Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi”, di Jakarta, Senin (4/11/2024).
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sebenarnya, menurut Dida, KEK ini merupakan kawasan yang sangat istimewa. Karena sifatnya mempunyai kekhususan dan di berikan kemudahan (pelaku usaha) dari KEK ini sangat luar biasa. Dida mengusulkan perlunya di kaji kembali supaya KEK bisa mendorong hilirisasi dari sawit karena memiliki berbagai kemudahan seperti fiskal, perizinan untuk meningkatkan investasi hilir sawit.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian RI Putu Juli Ardika mengatakan, visi Sawit Indonesia Emas 2045 yaitu Indonesia menjadi pusat produksi dan konsumsi sehingga menjadi price setter global CPO dan turunannya. Strategi ini di lakukan melalui jalur pengembangan hilirisasi industri kelapa sawit nasional yaitu food and fitonutrient, fine chemical, fuel liquid, dan fiber biomass.
“Pada 2030, di targetkan akan ada 250 jenis produk hilir sawit. Hingga 2023, jumlah produk hilir sawit telah mencapai 193 jenis produk yang meningkat dari tahun 2010 sebesar 54 jenis produk,” urai Putu Juli.
Saat ini, kata Putu Juli, kawasan industri telah memasuki generasi keempat yaitu Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan. Kawasan ini merupakan sekumpulan industri baik yang menghasilkan barang atau jasa yang berlokasi pada suatu kawasan industri dimana para pelaku di dalamnya secara bersama meningkatkan performansi lingkungan, ekonomi dan sosial.
Selain itu, lanjut Putu Juli, kawasan itu juga ada kemudahan konektivitas dan komunikasi melalui minimalisasi dampak lingkungan dan transformasi digital. Tujuannya adalah terciptanya desain hijau (green design) dari infrastruktur, perencanaan dan penerapan konsep produk bersih, pencegahan polusi, serta efisiensi energi antar perusahaan.
Urgensi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, menekankan urgensi KEK untuk menarik minat investor dalam industri sawit. KEK merupakan kebijakan strategis pemerintah untuk pengembangan pusat ekonomi, pengembangan ekonomi nasional, mendukung industrialisasi.
“Itulah mengapa kami merasa Dewan Sawit melihat KEK perlu di maksimalkan karena terdapat potensi investasi senilai 1.600 miliar dolar ,” ujar Sahat.
.
Menurut Sahat, nilai Investasi sebesar ini berasal dari produk hilir sawit seperti biolubrikan, emulsifier, oleokimia, glycol, propylene, surfaktan, katalis, dan metanol. Terlebih Indonesia memiliki keunggulan geografis yang strategis, menjadikannya tempat yang ideal untuk mengembangkan industri sawit.
“Jadi yang kami maksudkan dengan adanya KEK ini adalah industri yang ada di Eropa, industri yang ada di mana-mana itu bisa berpindah ke dalam negeri karena bahan bakunya ada di sini,” jelas Sahat.
Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS Arfie Thahar menyebutkan, pihaknya mendukung pengembangan KEK yang fokus kepada produk hilir sawit bernilai tambah tinggi. Dukungan ini di wujudkan BPDPKS melalui program Penelitian dan Pengembangan (Litbang).
Program Litbang itu, kata Arfie, merupakan salah satu upaya BPDPKS untuk melakukan penguatan, pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang saling bersinergi di sektor hulu dan hilir, demi terwujudnya industri sawit nasional yang tangguh dan berkelanjutan.