2nd T-POMI
2019, 15 Oktober
Share berita:

Suka, tidak suka harus ada gebrakan untuk mendongkrak produktivitas tanaman kakao. Hal ini lantaran 97 persn tanaman kakao dimiliki oleh rakyat, yang artinya mendongkrak produktivitas tanaman kakao sama saja dengan mendongkrak ekonomi rakyat.

Kakao (Theobroma cacao L) adalah tanaman perkebunan yang menghasilkan biji kakao sebagai bahan pembuatan aneka makanan dan minuman cokelat kesukaan kaum milenial yang sejak dulu dikenal sebagai makanan para dewa dan kaum bangsawan karena berkhasiat bagi kesehatan.

Bahkan berdasarkan catatan Ditjen Perkebunan (Ditjenbun), Kementerian Pertanian (Kementan), bahwa areal dan produksi kakao pada 2018 tercatat seluas 1.678.268 hektar dengan produksi 593.833 ton per tahun atau lebih tinggi sedikit disbanding tahun 2017 seluas 1.658.421 hektar dengan produksi 590.684 ton per tahun.

“Jadi saat ini Indonesia adalah negara penghasil biji kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana,” kata Bambang, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Pengembangan Bio Industri, Kementerian Pertanian, saat ditemui perkebunannews.

Bahkan, masih dari catatan Ditjenbun Kementan bahwa tahun 2018 bahwa nilai ekspornya juga sedikit mengalami peningkatan dari US$ 1.12 juta pada tahun 2017 menjadi US$ 1,25 juta di tahun 2018 (Ditjenbun 2019).

Bahkan meskipun ekspornya tidak kecil tapi sebagian besar atau sekoitar 97 persennya adalah perkebunan rakyat dan hanya 3 persen saja yang dikembangkan oleh perusahaan besar swasta dan nasional.

“Ini artinya komoditas kakao memiliki peran strategis yang sangat penting, bukan hanya sebagai penyumbang ekspor tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian utama lebih dari 2 juta keluarga petani dan sumber bahan baku indurtri,” tambah Bambang.

Staf Ahli Mentan Bidang Pengembangan Bio Industri Bambang


Terbukti, Bambang mengakui, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 2008 tentang pengenaan bea keluar (BK) terhadap barang ekspor termasuk biji kakao telah berhasil mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan cokelat dalam negeri.

Baca Juga:  Jepang Membidik Kelapa Sawit dan Pisang Indonesia

Tapi sangat disayangkan meningkatnya permintaan akan biji kakao belum diikuti dengan peningkatan produksi kakao dalam negeri, bahkan berpotensi menurun karena sebagian besar kakao rakyat sudah berumur tua, kurang terpelihara, terserang hama penyakit dengan tingkat produktivitas yang semakin menurun. Ketidak mampuan petani dan terbatasnya penyuluh perkebunan membuat kondisi perkakaoan Indonesia semakin terpuruk.

“Dilain pihak para stakeholders terkait kakao nasional belum kompak, bahkan berita terkini kalangan industri pun berupaya menuntut penghapusan bea masuk (BM) impor biji kakao agar lebih leluasa memenuhi kebutuhan bahan baku industri,” risau Bambang.

Melihat hal tersebut, Bambang mengingatkan, bila pemerintah sampai menyetujui usul penghapusan BM kakao dimaksud, berarti petanilah yang paling dirugikan “sudah jatuh tertimpa tangga.” Ini karena disaat petani sedang galau memikirkan kebutuhan modal untuk memperbaiki kakaonya, kebijakan tersebut pastinya berdampak menurunnya harga biji kakao dalam negeri.

Kakao Biji Besar

Kakao Biji Besar


Atas dasar itulah maka ditahun tahun 2009 – 2013 kemain dilaksanakan Gerakan Nasional (Gernas Kakao) akan tetapi program tersebut baru menjangkau sekitar 26 persen dari total areal kakao nasional. Selama lima tahun terakhir kebijakan Kementan masih berfokus pada sukses swasembada pangan, sehingga dukungan untuk pengembangan perkebunan terutama kakao sangat terbatas.

“Apabila tidak segera dilakukan perbaikan dikhawatirkan tanaman kakao rakyat akan diganti dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan bagi petani,” ucap Bambang, yang juga mantan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

Disisi lain, menurut Bambang petani kakao masih mengelola usaha tani kakaonya dengan cara sub sistem, karena ketidakmampuan secara ekonomi dan kurangnya penyuluhan perkebunan.

Kakao seperti halnya kopi, menghendaki pemeliharaan yang lebih intensif disbanding komoditas perkebunanlainnya. Ketersediaan benih bermutu, pemupukan, naungan, pengairan, pemangkasan menjadi kunci sukses budidaya tanaman kakao.

Baca Juga:  Produksi Teh Petani Diprediksi Turun 10 Persen

Padahal sudah ada teknologi telah untuk mengatasi permasalahan budidaya dan pasca panen kakao, tapi belum dapat diterapkan secara luas di kebun petani. Tanaman kakao dengan pemeliharaan yang baik dapat menghasilkan 2 hingga 5 ton biji kakao kering perhektar pertahun, itu berarti dapat diingkatkan produktivitasnyamenjadi 4 – 10 kali lipat dibanding capaian produktivitas saat ini.

“Bila hal ini dapat kita lakukan, dengan luas areal kakao 1,68 juta ha setiap tahunnya bisa memproduksi 3-8 juta ton per tahun jauh mengungguli Pada Gading dan Ghana sebagai penghasil kakao terbesar di dunia yang saat ini masing-masing sekitar 2 juta ton dan 0,9 juta ton,” harap Bambang. YIN