Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil minta eksportir komoditas pertanian jangan terus menerus mengekspor bahan baku tetapi harus naik jadi produk olahan. “Kemarin saya baru lepas ekspor kelapa bulat dari Pangandaran ke Australia. Eksportir membeli kelapa dari petani Rp7000/butir,” katanya.
Di Australia kelapa ini diolah jadi berbagai macam produk. Dari sabut untuk jok mobil, tempurung jadi arang aktif dan sangat laku sekali disana, daging kelapa diolah jadi tepung kelapa, air jadi nata de coco. Nilai satu butir jadi Rp30.000. Kedepan Ali Jamil berharap supaya semuanya diolah disini sehingga nilai tambahnya juga ada disini.
Badan Karantina Pertanian mendorong semakin banyak eksportir, terutama generasi milenial dengan program Agro Gemilang atau Ayo Galakan Ekspor Generasi Milenial Bangsa. Program ini untuk meningkatkan kemampuan petani muda supaya berorientasi ekspor dan memenuhi syarat SPS (Sanitary and Phyto Sanitary).
“Kalau ada petani muda perkebunan yang ingin naik kelas jadi importir ayo gabung dalam program ini. Ada bimbingan teknis supaya produk memenuhi standar ekspor. Petani rempah-rempah misalnya sering ditolak karena masalah aflatoksin, kita latih bagaimana hal ini tidak terjadi dengan good handling,” katanya.
Saat ini banyak negara minta sertifikat SPS untuk menyatakan ekspor produk pertanian tidak terkontaminasi OPT. Ali minta siapa saja yang akan mengekspor hasil pertanian bisa datang ke Kantor Karantatina yang ada di wilayahnya untuk mendapatkan sertifikat ini.
“Kita akan layani 7 x 24 jam. Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan aturan Penerimaan Negara Bukan Pajak saja. Saya jamin tidak ada biaya lain yang dikeluarkan karena kita sudah punya sertifikat ISO anti penyuapan,” katanya.