Jakarta, mediaperkebunan.id – Perpekindo (Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia) secara tegas menolak usulan untuk moratorium ekspor kelapa. Penolakan ini disampaikan pada rapat dengan Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan. Hal ini dikatakan Muhaemin Tallo, Ketua Umum Perpekindo seusai rapat di Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.
Rapat yang dipimpin oleh Farid Amir, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri membahas pendirian bursa kelapa sebagai acuan dalam penetapan Harga Referensi atau Harga Patokan Ekspor kelapa. Hal ini terkait dengan keluarnya Perpres 132/2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan dan surat Menteri Perindustrian kepada Menko Perekonomian tentan usulan mitigasi kelangkaan komoditi kelapa bulat di dalam negeri.
Kelapa bulat akan dikenakan Pajak Ekspor. Sebagai dasar penetapan PE maka diperlukan HR dan HPE. Menurut Muhaemin bila moratorium diberlakukan maka otomatis harga kelapa akan turun /anjlok.
Jika pemerintah memaksakan akan dilaksanakan moratorium selama 6 bulan, maka Perpekindo terlebih dulu meminta harga dasar kelapa ditingkat petani Rp5000/kg. Pemerintah dan HIPKI harus menjamin bahwa semua kelapa petani diserap meskipun nanti terjadi surplus produksi.
Tidak ada alasan untuk menolak. Industri juga harus bermitra dengan petani, membina petani dan menggunakan dana CSR untuk pengembangan pendidikan anak petani dalam bentuk beasiswa.
Menurut MuhaEmin dalam kesempatan itu Farid Amin menyatakan pemerintah akan memberikan dana BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan) untuk pengembangan/pemeliharaan kebun kelapa petani, sehingga produksi kelapa petani bisa optimal. Sedang formulasi harga dasar kelapa alternatifnya adalah mengacu pada harga CNO di bursa Roterdam, membentuk pasar sendiri melalui bursa kelapa, mencontoh perhitungan harga TBS petani yang mengacu pada harga CPO atau sistem resi gudang.