Jakarta, Mediaperkebunan.id
Pemerintah lewat dana sarana prasarana BPDPKS sudah menyiapkan dana untuk sertifikasi ISPO sebanyak 140. Tetapi sampai sekarang belum ada satupun kelembagaan petani yang mendaftar. Prayudi Syamsuri, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan menyatakan hal ini dalan Diskusi Nasional SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) “Mendorong Peran Aktif Koperasi dalam Peningkatan Produktivitas Kebun dan Percepatan Sertifikasi Sawit Berkelanjutan Indonesia.
“Kalau ada CSO yang mendampingi petani untuk mendapat sertifikasi ISPO silakan masuk ke aplikasi sarpras BPDPKS supaya bisa kita danai. Petani banyak bertanya apa manfaatnya ISPO. Manfaatnya banyak sekali,” katanya.
Kelapa sawit sering dituduh tidak ramah lingkungan, sosial dan lain-lain. Pasar tidak perlu pembuktikan macam-macam cukup dengan sertifikasi bahwa budidaya kelapa sawitnya tidak melanggar aspek lingkungan, sosial , ekonomi dan lain-lain. ISPO adalah instrumen negara untuk menunjukkan sawit Indonesia sudah berjalan sesuai apa yang diinginkan dunia.
“ISPO adalah gambaran umum kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan. Jadi kalau ada orang yang menyatakan tidak perlu ISPO itu adalah bentuk egosime. ISPO adalah jaminan dari negara bahwa kelapa sawit tidak melakukan deforestasi,, merusak lingkungan dan lain-lain,” kata Prayudi lagi.
Sekarang memang sepertinya tidak ada beda antara petani yang sudah ISPO dan belum. Tidak ada insentif seperti harga TBS yang lebih tinggi. Tetapi kedepan dengan dunia yang semakin menuntut ramah lingkungan seperti EUDR maka petani yang bersertfikat ISPO mendapat harga biasa sedang yang tidak akan terdiskon.
Hambatan ISPO adalah legalistas bahwa petani tidak punya STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya). Pemda yang hadir dalam acara ini yaitu Kabupaten Sekadau dan Paser , membantu masyarakat mendapatkan STDB dan Prayudi sangat mengapresiasi.
Prayudi minta pemda supaya tidak lagi mengajak petani untuk punya STDB tetapi aktif menarik petani. STDB adalah hal yang wajib dimiliki sebagai persyaratan untuk mendapat bantuan dari program-program Ditjenbun kedepan.
STDB adalah pendataan dari pemda kabupaten untuk mengetahui secara persis jumlah petani kelapa sawit by name by addres. STDB bukan perizinan. Jadi kalau ada pemda yang masih memasukan pengurusan STDB dalam Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu maka harus dikembalikan lagi kepada dinas perkebunan. Pemda tidak bisa menarik restribusi atau apapun untuk STDB.
Hambatan untuk mendapakan STDB adalah lahan tidak punya SHM. Tidak perlu SHM cukup SKT dari kepala desa sudah bisa diproses. Pemda harus mencanangkan 100% STDB bagi petani kelapa sawit sehingga data menjadi jelas dan program pemerintah karena berbasis data yang benar akan semakin tepat sasaran.
Kalau sudah 100% STDB maka bila ada petani yang tidak punya bisa dipastikan kebunnya masuk dalam kawasan hutan. Pemerintah juga tidak tinggal diam, diselesaikan lewat mekanisme yang ada di KLHK yaitu pasal 110 A berupa penyelesaian kewajiban dan pasal 110 B dengan sanksi administratif. Satgas sawit sedang memproses hal ini.
Prayudi juga mengeprasiasi kabupaten yang sudah membentuk Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD KSB). Adanya RAD yang beranggotan berbagai instansi menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak semata-mata urusan dinas perkebunan tetapi instansi lain juga. Dengan dipimpin oleh Sekda menunjukkan bahwa perkebunan harus diurus lintas dinas di kabupaten.