2018, 20 April
Share berita:

Penyusunan prinsip dan kriteria ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dilakukan sejak tahun 2008 dan dilakukan lintas kementerian. Ada Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan (saat itu masih jadi Kementerian terpisah), Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Tenaga Kerja dan lain-lain. Resmi diatur tahun 2011 lewat Peraturan Menteri Pertanian nomor 19 Tahun 2011 yang merupakan tindak lanjut dari UU Perkebunan 2004. Dengan disahkan UU nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, maka regulasi ISPO direvisi menjadi Permentan nomor 11 tahun 2015.

“Dari lamanya waktu penyusunan saja jelas sekali Prinsip dan Kriteria itu tidak dibuat secara asal-asalan. Selain itu semua instansi terkait dilibatkan secara intensif dan detail. Jadi kalau ada yang mengatakan sekarang integritas ISPO sangat rendah maka sama sekali tidak berdasar. Integritas ISPO sudah teruji dan bisa dipertanggung jawabkan ,” kata Gamal Nasir, Sekjen Gapperindo yang juga mantan Dirjen Perkebunan /Ketua Komisi ISPO.

Prinsip dan kriteria ISPO karena berdasarkan semua aturan yang berlaku di Indonesia sehingga lebih komplek dan sulit dibanding sistim sertifikasi lain. Apalagi ISPO bersifat mandatory sehingga tidak aple to aple kalau dibandingkan dengan sistim sertifikasi lain yang bersifat sukarela.

ISPO tidak mengenal prinsip dan kriteria mayor dan minor, semua diperlakukan sama. Jadi bila ada satu prinsip dan kriteria saja yang tidak bisa dipenuhi maka sertifikat tidak bisa diberikan.

“Waktu saya masih jadi Dirjen Perkebunan ada upaya-upaya pihak asing memasukkan konsep sustainability kelapa sawit versi mereka ke Indonesia lewat IPOP (Indonesia Palm Oil Pledge). Ini seperti menginjak-injak kedaulatan negara, masa konsep asing lewat kesepakatan LSM dan beberapa perusahaan akan dijadikan norma pengelolaan sustainability kelapa sawit di Indonesia. Karena itu IPOP saya bubarkan,” katanya.

Baca Juga:  Perkembangan dan Tantangan Industri Briket Kelapa Indonesia

Sayang sekarang konsep IPOP coba kembali dihidupkan. Bahkan akan dimasukkan dalam Prinsip dan Kriteria ISPO. Contohnya wacana integritas rendah ISPO sehingga perlu dinaikkan lewat berbagai konsep asing.

“Saya minta semua pemangku kepentingan kelapa sawit memperhatikan hal ini. Jangan sampai kelapa sawit diobok-obok untuk kepentingan asing dan merugikan kita sendiri,” katanya.