JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) lebih terarah kepada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. ISPO bukan seperti program sertifikasi lainnya yang memberlakukan adanya harga premium CPO.
Demikian dikatakan Kasie Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kemenerian Pertanian (Kementan), Prasetyo Djati dalam Webinar “Mendorong Pencapaian Sertifikasi ISPO Perkebunan Sawit Rakyat, 11 Tahun ISPO, Bagaimana Pekebun Kedepan”, Rabu (30/3).
“Memang sertifikasi ISPO lebih terarah kepada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Artinya tidak seperti program sertifikasi sawit lainnya yang memberlakukan adanya harga premium CPO. Karena memang ISPO lebih ke arah tata kelola,” jelas Prasetyo.
Prasetyo menuturkan, ISPO menjadi kebijakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
Seiring perkembangan, lanjut Prasetyo, aturan dalam ISPO juga terus disempurnakn dan disesuaikan. Pemerintah membentuk ISPO pada tahun 2009 guna memastikan bahwa semua pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar pertanian yang diizinkan.
Regulasi kemudian ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.11 tahun 2011. Di periode kedua, pemerintah menerbitkan Permentan No.11/2015 untuk memperkuat dan mewajibkan ISPO bagi seluruh pelaku usaha kelapa sawit, baik perusahaan maupun pekebun swadaya.
Aturan ISPO mengalami penyesuaian lagi dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 dan Permentan Nomor 38 Tahun 2020 yang saling berdampingan. Kedua aturan tersebut menjadi kewajiban bagi perusahaan dan perkebunan kelapa sawit. (YR)