Jakarta, mediaperkebunan.id – Koordinator Kelapa Sawit Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Kementerian Pertanian (Kementan), Agus Hartono mengatakan, pemerintah sebenarnya telah menginisiasi integrasi sawit-sapi sejak tahun 2017-2018.
Bahkan Kementan untuk mendorong program tersebut, Kementan mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.105 Tahun 2014 tentang Integrasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dengan Usaha Budidaya Sapi Potong.
Bahkan dengan melakukan program tersebut terdapat banyak manfaat, baik untuk budidaya tanamannya ataupun budidaya sapi atau simbiosis mutualisme. “Sayangnya tak banyak perusahaan perkebunan sawit yang melirik kegiatan tersebut,” jelas Agus.
Agus memaparkan, tersedia biomassa pakan untuk sapi sepanjang tahun. Diantaranya berupa, pelepah dan daun sawit, hijauan dibawah naungan sawit, bungkil sawit dan solid.
Jenis biomassa tersebut yakni daun lidi sebanyak 1.430 kilogram (kg) segar atau 658 kg bahan kering, pelepah 20 ribu kg segar (5.214 kg kering), tandan kosong 3.680 kg segar (3.386 kg kering), serat perasan 2.880 kg segar (2.671 kg kering), lumpur sawit/solid 4.704 kg segar (1.132 kering) dan bungkil sawit 550 kg segar (524 kering).
Dengan catatan dari hasil penelitian tiap 1 ha ada 130 pohon dan satu pohon dapat menyediakan pelepah sejumlah 22 pelepah. Tiap satu pelepah dengan bobot 2,2 kg (hanya 1/3 bagian yang dimanfaatkan). Bobot daun perpelepah sebesar 0,5 kg.
Sedangkan tandan kosong 23 persen dari TBS dan produksi minyak sawit 4 ton/ha. Tiap 1.000 kg TBS menghasilkan 250 kg minyak, 294 kg lumpur sawit, 180 kg serat perasan dan 35 kg bungkil kelapa sawit.
Selain itu, potensi lainnya adalah tersedianya potensi SDM petani untuk mengelola usaha pembiakan/ penggemukan sapi. “Dengan integrasi sawit-sapi akan mengurangi biaya pupuk dan herbisida di perkebunan sekitar 30 persen, meningkatkan produksi TBS (tandan buah segar) dan mewujudkan sawit ramah lingkungan,” pungkas Agus. (YIN)