Jakarta, Mediaperkebunan.id
Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunn Kelapa Sawit Berkelanjutan saat ini sudah memasuki tahun ke 3. Pemerintah akan terus melakukan perbaikan-perbaikan supaya Inpres ini semakin operasional dalam pelaksanaan di lapangan. Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan/Ketua Tim Sekretariat Tim Pelaksana RAN KSB.
Salah satu bentuk operasionalnya dari RAN KSB adalah tahun ke dua terbit Perpres nomor 44 tahun 2020 tentang Sistim Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang diikuti dengan Permentan nomor 38 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Pemerintah sudah menetapkan industri kelapa sawit sebagai industri strategis. Pilihan ini tepat karena dalam masa pandemi Covid ini industri ini bukan saja bisa bertahan tetapi malah terus bertumbuh dengan nilai ekspor yang semakin meningkat. Petani juga sedang menikmati harga TBS yang cukup tinggi.
Di tengah industri lain banyak melakukan PHK, industri kelapa sawit justru malah membuka lowongan kerja baru. “Kalau kita lihat iklan lowongan kerja, saat ini banyak perusahaan sawit melakukan rekruitmen. Artinya perusahaan bertumbuh sehingga butuh pegawai baru,” katanya.
Dalam Inpres ini ada 5 komponen, khusus untuk pekebun tugas pemerintah adalah meningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun. Pemerintah akan terus memperhatikan masukan dari koperasi/kelembagaan pekebun sehingga komponen untuk pekebun ini bisa semakin terlaksana.
M Edi Yusuf, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Deputi Pangan dan Agribisnis, Kemetenterian Koordinator Perekonomian/Wakil Ketua Tim Sekretariat Tim Pelaksana RAN KSB menyatakan bahwa Inpres ini memberikan acuan bagi berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Program pada komponen ini merupakan tugas Kementerian Pertanian yaitu Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas pekebun dalam penggunaan benih bersertifikat; peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun dalam menerapkan praktik budidaya yang baik, peningkatan akses pendanaan peremajaan bagi pekebun, percepatan pembentukan dan penguatan kelembagaan pekebun, peningkatan penyuluhan pertanian di kawasan sentra produksi sawit.
“Kementan terus menerus membuat kebijakan dalam membantu pekebun. Contohnya dalam penggunaan benih bersertifikat terus melakukan pendampingan supaya pekebun punya akses. Juga regulasi supaya pekebun terjamin mendapatkan benih bersertifikat. Bila semua program itu dijalankan dengan baik dipastikan ketahanan pekebun secara umum meningkat dalam kondisi apapun, baik Covid -19 maupun keadaan darurat lainnya,” katanya.
Pihak swasta dan masyarakat sipil juga berperan besar terhadap peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun, yang pada akhirnya akan meningkatkan ketahanan pekebun. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor swasta dan masyarakat sipil mencapai 60% terhadap komponen ini.
Dengan peningkatan iklim usaha komoditas sawit maka pekebun mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas, terjadi percepatan sertifikasi ISPO pada akhirnya target SDGs tercapai. RAN KSB adalah sebuah kerangka kerja sehingga tujuan utamanya adalah untuk menghadirkan enabling environment atau lingkungan pemungkin bagi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.
Sejak pandemi Covid awal 2020 sampai sekarang, harga TBS kelapa sawit justru naik yang meningkatkan kesejahteraan pekebun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai tukar petani perkebunan rakyat yang mencapai nilai tertinggi pada 2 tahun terakhir. Hal ini menunjukan berbagai kebijakan pemerintah seperti RAN KSB ini berdampak positif.