Yogyakarta, mediaperkebunan.id – Mulai Mei sampai Juli 2025 ini para mahasiswa program diploma (Prodi) Agroteknologi dan Prodi Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (INSTIPER) Yogyakarta, menggelar praktek lapangan di kebun Stiper Education and Training Area (SEAT) Ungaran, Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
Pelatihan itu, kata Dr. Sri Suryanti selaku Ketua Prodi Agroteknologi kepada mediaperkebunan.id melalui sebuah keterangan resmi, Jumat (13/6/2025), terkait dengan pengolahan kakao menjadi bahan makanan dan minuman (mamin) yang sehat dan bisa dikomersilkan.
Pada kegiatan praktek lapang, kata Dr. Sri Suryanti, para mahasiswa dilibatkan secara aktif dalam seluruh tahapan proses pengolahan kakao, mulai dari fermentasi biji kakao dilanjutkan dengan proses penyangraian untuk mengembangkan aroma dan karakter rasa khas kakao.
Setelah itu, tutur Dr. Sri Suryanti lebih lanjut, para mahasiswa melakukan pengepresan pasta kakao untuk memisahkan lemak kakao (cocoa butter) dari padatan kakao (cocoa mass).
Sementara itu Dr. Dina Mardhatillah yang merupakan dosen Prodi Teknologi Hasil Pertanian dan merupakan dosen pembimbing lapangan untuk pengolahan kakao menjelaskan dari berbagai tahapan yang harus dilalui dalam proses pengolahan kakao menjadi Mamin.
“Memahami bagaimana proses fermentasi kakao penting untuk diketahui oleh para mahasiswa dalam praktek lapangan ini,” kata Dr. Dina Mardhatillah menjelaskan.
“Apalagi perlu diketahui bahwa keberhasilan proses fermentasi akan mempengaruhi cita rasa dan kualitas biji kakao yang dihasilkan,” sambung Dr. Dina Mardhatillah kembali.
Bagi mahasiswa Prodi Teknologi Hasil Pertanian, Dr. Dina Mardhatillah menegaskan kalau praktek pengolahan pasca panen kakao tidak berhenti sampai memisahkan lemak kakao dan padatan kakao.
Dia bilang, dalam praktek lapangan itu para mahasiswa juga ditantang untuk mengembangkan produk olahan kakao lebih lanjut.
Pihaknya meminta para mahasiswa agar membuat formulasi dan produksi minuman coklat hingga pembuatan permen coklat sebagai bentuk hilirisasi.
“Proses ini tidak hanya menuntut pemahaman teknis, tetapi juga kreativitas dan inovasi dalam menciptakan produk bernilai tambah yang dapat bersaing di pasar,” tegas Dr. Dina Mardhatillah.
Sekadar mengingatkan, Dr. Sri Suryanti sebelumnya mengatakan kalau praktek lapangan itu ditujukan bagi mahasiswa semester 5 dengan syarat sudah menempuh kuliah sebanyak 80 satuan kredit semester (SKS).
Dr. Sri Suryanti menjelaskan, kakao dipilih karena merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di Indonesia dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Menurutnya, budidaya dan pengolahan kakao, atau sering disebut juga buah cokelat, yang baik dapat mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas kakao Indonesia.
Dia bilang, praktek lapangan yang dijalankan para mahasiswa merupakan bagian dari implementasi atau pelaksanaan pembelajaran berbasis praktik.