Jakarta, Mediperkebunan.id – Program mandatori biodiesel telah dimulai sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), digerakkan secara massif sejak 2017 lalu di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan terus diperkuat di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Program ini dijalankan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan berbagai tujuan yang hendak dicapai, dari mulai untuk swasembada energi dan mengoptimalkan energi bersih melalui program energi baru dan terbarukan dan konservasi energi (EBTKE), untuk swasembada.
Hingga penghematan devisa dari kemungkinan impor bahan bakar minyak (BBM) solar, menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, serta meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit melalui penyerapan panen tandan buah segar (TBS) dengan harga pembelian yang dinamis.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam keterangan resmi yang diperoleh Mediaperkebunan.id, Kamis (6/3/2025), menyebutkan bahwa realisasi produksi biodiesel sawit di tahun 2024 melampaui target hingga 116, 4 persen.
“Yakni sebesar 13,15 juta kiloliter (KL) dari target 11,3 juta KL yang dimanfaatkan untuk program mandatori B35,” tutur Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) ini.
Dari angka tersebut, bilang Bahlil Lahadalia, terjadi penghematan devisa sebesar USD 9,33 miliar atau Rp 147,5 triliun, dan menyerap tenaga kerja lebih dari 14 ribu orang di luar pertanian (off-farm) atau industri yang terkait dengan minyak sawit, dan 1,95 juta orang (on-farm), khususnya petani dan pekerja di industri sawit.
Untuk tahun 2025, Bahlil Lahadalia menguraikan, program mandatori biodiesel ditingkatkan dari B35 menjadi B40, diproyeksikan mampu melakukan penghematan devisa sebesar Rp 147,5 triliun. Di samping itu, urai Bahlil Lahadalia lagi, diproyeksikan juga mampu menciptakan pengurangan emisi mencapai 41,46 juta ton CO2 ekuivalen, penurunan impor solar menjadi 4,6 juta kiloliter.
“Sekaligus terjadi peningkatan nilai tambah minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp 20,98 triliun,” ungkap Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.
Tahun 2017, sambung mantan Menteri Investasi dan Basan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini, produksi biodiesel sebesar 3,42 juta kiloliter (KL), sekarang sudah menjadi 13,15 juta KL, dan ini dari B35 di tahun 2023 12,2 juta KL sekarang menjadi 13,15 juta KL.
“Nah, untuk B40 di tahun 2025, kita mencanangkan sekitar 15,6 juta KL untuk biodiesel dan ini tentu saja menjadi bagian yang terpenting,” ungkap Menteri ESDM.
“Karena nanti 2026 kita dorong ke B50, maka Insyaallah kita tidak lagi mengimpor solar, ini bagian dari mendorong kedaulatan energi,” tegas Bahlil Lahadalia.
Dirinya juga memastikan kalau pemerintah juga terus menjaga dan melaksanakan komitmen global atas kepedulian lingkungan. Kata dia, sepanjang tahun 2024, realisasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor energi sebesar 147,61 juta ton CO2, melebihi target 142 juta ton CO2 yang ditetapkan.
“Angka penurunan emisi GRK tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan angka tahun 2024 yang sebesar 127,67 juta ton CO2,” urai Bahlil Lahadalia.
“Ini untuk menuju Net Zero Emission (NZE) sampai tahun 2060, jadi sebenarnya kita sudah ada track. Jadi setiap tahun kita sudah mempunyai target berapa yang akan diturunkan,” tutup Bahlil Lahadalia.