JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Kelapa sawit menjadi komoditi strategis bagi Indonesia. Namun komoditi ini kerap diserang kampenye negatif. Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia pun diterbitkan. Inilah dasar pertimbangan diterbitkan Perpres.
Pertama, perkebunan kelapa sawit Indonesia menyerap tenaga kerja cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara. Sehingga diperlukan sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif, efisien, adil dan berkelanjutan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Kedua, dari segi regulasi aturan Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia sudah tidak sesuai baik dalam perkembangan internasional, maupun kebutuhan hukum. Oleh karenanya, perlu diganti dan diatur kembali dalam Perpres.
Perpres Nomor 44 Tahun 2020 dan Permentan Nomor 38 Tahun 2020 berjalan berdampingan. Kedua aturan tersebut menjadi mandatory bagi perusahaan dan pekebun kelapa sawit. Hal ini guna memperhatikan berbagai aspek lingkungan hidup dan sosial untuk memastikan keberlanjutan. Sekaligus menjawab stigma negatif terhadap kelapa sawit dalam negeri.
Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi, kebijakan ISPO bukan barang baru. Beleid ini pertama kali diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Regulasi tersebut kemudian diperbarui melalui Permentan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. “Aturan ISPO kemudian diperkuat dengan Permentan Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia,” ujar Dedi.
Peraturan mengenai ISPO selanjutnya ditingkatkan menjadi perundang-undangan lebih tinggi. Setelah melakukan proses panjang, Kepala Negara mengeluarkan Perpres Nomor 44 Tahun 2020. (YR)