Jakarta, mediaperkebunan.id – Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, telah mengumumkan bahwa pemerintah telah menetapkan untuk menurunkan harga referensi (HR) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) periode Juni 2025.
Pertanyaannya, bagaimana proses dan mekanisme sehingga HR CPO untuk periode Juni 2025 ditetapkan mengalami penurunan, serta apa saja yang menjadi penyebab penurunan tersebut?
Untuk menjawab dua pertanyaan di atas, Isy Karim seperti dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi Kemendag, Sabtu (31/5/2025), menyampaikan uraian acara sederhana namun gamblang dan mudah dimengerti.
Kata Isy Karim, penetapan HR CPO bersumber dari rata-rata harga selama satu bulan atau sepanjang periode 25 April–24 Mei 2025 pada tiga bursa dunia.Yaitu, sambung Isy Karim menambahkan, pada Bursa CPO yang ada di Indonesia diketahui nilainya adalah rata-rata sebesar USD 804,50 per metrik ton (MT).
Kemudian, urai Isy Karim lebih lanjut, pada Bursa CPO di Malaysia yang tercatat sebesar USD 908,27 per MT, dan harga CPO di Port atau Pelabuhan Rotterdam, Belanda, yang tercatat sebesar USD 1.132,90 per MT. Dari perhitungan ketiganya.
Isy Karim mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, ditegaskan bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD 40 per MT.
“Maka kemudian untuk perhitungan HR CPO, termasuk pada periode Juni 2025, menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median,” ungkap Isy Karim.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Isy Karim menyebutkan pemerintah melihat penetapan harga referensi (HR) bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia.
“Nah, karena itu, sesuai perhitungan tersebut, maka ditetapkan bahwa HR CPO sebesar USD 856,38 per MT,” ujar Isy Karim merinci.
Untuk pertanyaan kedua atau penyebab penurunan HR CPO, Isy Karim bilang penurunan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berskala global.
“Di antaranya adalah terjadinya peningkatan produksi CPO di Malaysia, negara jiran sekaligus kompetitor Indonesia untuk urusan minyak sawit,” kata Isy Karim.
“Penyebab lainnya adalah munculnya proyeksi penurunan permintaan dari India sebagai negara konsumen utama terbesar untuk CPO, dan adanya peningkatan nilai Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai mata uang di dunia, termasuk Rupiah Indonesia,” tegas Isy Karim selaku Plt Dirjen Daglu Kemendag.