Meskipun industri kelapa sawit terbilang seksi tapi sudah saatnya berbenah diri jika tidak ingin terus terperosok apalagi dalam menghadapi menurunnya ekspor.
Derom Bangun, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) optimis bahwa industri kelapa sawit akan kembali normal atau harga tandan buah segar (TBS) akan kembali menanjak. Sebab, seperti diketahui berdasarkan catatan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) di awal tahun 2015 harga TBS terus mengalami penurunan hingga menembus hanya Rp 550/kg pada bulan Agustus.
Menurunnya harga lebih disebabkan karena menurunnya volume penjualan crude palm oil (CPO), meskipun nilai tukar US$ menguat terhadap Rupiah. Mengacu kepada catatan Kementerian Perdagangan bahwa India adalah tujuan utama ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 3,6 Milyar pada tahun 2014, disusul oleh Tiongkok dengan nilai US$ 1,7 Milyar dan Pakistan dengan nilai US$ 1,3 Milyar.
“Jadi permintaan CPO Indonesia secara umum memang menunjukkan penurunan terutama karena anjloknya permintaan,” terang Derom.
Namun, menurut Derom ditengah-tengah menurunnya harga CPO, para stake holder tidak perlu merasa khawatir, karena pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit, berjanji akan kembali memulihkan harga dengan menyerap CPO didalam negri lebih tinggi lagi.
Kemudian ditambah dengan melakukan replanting kepada perkebunan milik petani. Artinya dengan penguranan stok CPO yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat dan peningkatan volume dalam negeri maka diharapkan bisa kembali mendongkrak harga CPO didalam negeri.
2016, Penurunan Produksi?
Dilain sisi, justru yang harus disikapi jika terjadi penurunan produksi di tahun 2016 yang disebabkan adanya el nino tahun 2015. Meskipun memang yang terkena dampak dari el nino tidak semua wilayah, sehingga penurunan tidak terjadi di semua tempat.
Sebab untuk melakukan pembungaan dan penyerbukan, pada tanaman kelapa sawit memerlukan banyak air, sedangkan saat el nino menyebabkan kelembaban udara berkurang. Sehingga banyak atau sedikitnya penurunan produksi tergantung dari tingkat serangan el nino di masing-masing wilayah, karena hal tersebut berbeda-beda.
“Kalau el nino-nya lemah, itu pengaruhnya ke kelapa sawit sedikit saja. Paling hanya 2 – 3 persen saja . tapi kalau El Nino-nya kuat, pengaruhnya (juga) bisa besar,” ucap Derom.
Namun, Derom memprediksi adanya el nino juga bisa menyebabkan harga sentiment pasar meningkat, karena berkurangnya produksi. Sehingga jika saat ini harga CPO masih bermain diangka US$625 – US$ 650/ton dan diperkirakan akan meningkat hingga akhir tahun mendatang. Maka adanya el nino diperkirakan bisa menggerek harga. Bahkan beberapa pihak ada yang meramalkan harga CPO bisa menembus angka US$ 700/ton.
Tapi, peningkatan harga tersebut masih terhambat oleh kondisi ekonomi global yang masih belum stabil, khususnya di negara-negara pengimpor CPO seperti India dan Tiongkok. Akibatnya, permintaan dari dua negara tersebut masih rendah. “Jadi bisa saja selama ini harga minyak sawit lebih kuat ditentukan oleh variabel-variabel permintaan global,” terang Derom.
Melihat hal tersebut, Derom menyarankan memang sudah waktunya industri kelapa sawit melakukan pembenahan. Satu diantaranya meningkatkan penggunaan CPO untuk dalam negeri. Tujuannya tidak lain agar harga CPO kembali menanjak karena dengan menggunakan CPO didalam negeri maka stok CPO akan berkurang. YIN
Baja juga : 2016, Goncangan Sawit Semakin Dasyat