Sudah bukan rahasia lagi bahwa tembakau dan cengkeh Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari negara luar, namun diakui bahwa kedua komoditas tesebut produktivitasnya masih rendah. Melihat hal itu maka PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) siap mendorongnya agar lebih baik.
Melihat hal ini, Sampoerna siap mendorong produktivitas petani tembakau dan cengkeh mengingat sebagai salah satu pembeli tembakau dan cengkeh terbesar di Indonesia. Bahkan seluruh kebutuhan cengkeh Sampoerna dicukupi oleh petani dari berbagai daerah di Indonesia, sedangkan untuk mayoritas kebutuhan tembakau Sampoerna berasal dari petani-petani tembakau dalam negeri yang berlokasi di sentra-sentra penghasil tembakau di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
“Maka tidklah heran demi memastikan pasokan cengkeh sekaligus meningkatkan taraf hidup petani, Sampoerna melakukan inisiatif dengan mendirikan “hub” di sentra-sentra pertanian cengkeh. Hub tersebut berfungsi untuk mendidik petani dalam mengembangkan program-program agronomi untuk meningkatkan produktivitas dan hasil cengkeh,” jelas Direktur Independen Sampoerna, Yos Adiguna Ginting kepada Media Perkebunan.
Kemitraan Solusi Meningkatkan Produktivitas
Terkait pasokan tembakau, Yos menjelaskan pada tahun 2015, total hasil panen tembakau nasional mencapai sekitar 164.080 ton (Data Kementerian Pertanian Tahun 2015), sedangkan rata-rata kebutuhan seluruh pabrikan dalam negeri mencapai lebih dari 300.000 ton selama empat tahun terakhir. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka seluruh pabrikan (baik kecil, sedang dan besar) mengimpor tembakau dari beberapa negara.
Melihat hal ini Sampoerna telah menjalin kerjasama yang lebih erat dengan PT Sadhana dan pemasok tembakau lainnya dalam menjalankan program-program bagi petani tembakau, seperti program Integrated Production System (IPS) yang sudah dijalankan dari tahun 2009. Program tersebut semacam kemitraan untuk memastikan pasokan jangka panjang tembakau yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan pasokan yang dapat diprediksi.
Program IPS sendiri telah dilakukan dibeberapa daerah sentra-sentra produksi tembakau diantaranya Rembang, Lombok, Wonogiri, Malang, Jember, Blitar dan Lumajang. Saat ini, sekitar 27 ribu petani telah bergabung dalam program IPS untuk menggarap lahan tembakau seluas 22 ribu hektar.
IPS mensyaratkan kontrak kemitraan langsung antara petani dan pemasok tembakau Sampoerna, dimana petani akan menerima dukungan modal, benih tembakau, bantuan teknis, serta akses langsung kepada pasar atau jaminan pembelian bagi petani.
“Program ini tidak saja memastikan pasokan tembakau dengan kualitas dan varitas yang dibutuhkan, tetapi juga bertujuan untuk mengoptimalkan keuntungan petani,” terang Yos.
Program IPS menjadi solusi meningkatkan produktivitas, Yos menerangkan karena petani mitra diajarkan cara budidaya praktik pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices (GAP). Penerapkan GAP bertujuan untuk melatih petani tembakau agar mampu memproduksi tembakau yang produktif, efisien, dan kompetitif dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Bahkan, prinsip berkelanjutan tidak hanya menyentuh aspek teknis dari pertanian, tapi juga terkait praktik pekerja pertanian. GAP melatih petani untuk menerapkan cara-cara yang tepat, aman, dan efektif dalam bertani, termasuk membatasi dan pada akhirnya meniadakan pekerja anak di perkebunan tembakau.
“Sehingga melalui IPS kami berusaha meningkatkan penghasilan petani, menyediakan perlengkapan pelindung, melakukan pelatihan bagi ribuan petani serta memperkenalkan teknik pertanian yang efisien dan hemat pekerja,” pungkas Yos. YIN