Jakarta, mediaperkebunan.id – Industri kelapa nasional tampaknya semakin menggeliat saja, terutama sejak masuk dimasukan dalam pengembangan oleh Basan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) oleh Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).
Di samping itu, gairah industri kelapa nasional menguat sejak munculnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
Sebagai informasi saja, dalam Keppres itu ditegaskan bahwa Menteri Pertanian (Mentan) ditunjuk sebagai Wakil Ketua Bidang Hilirisasi Pertanian.
Nah, untuk menyikapi Keppres tersebut, beberapa waktu yang lalu para pelaku industri kelapa nasional memenuhi undangan pertemuan dari Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) di Jakarta.
Pertemuan digelar, seperti keterangan resmi yang dikutip Mediaperkebunan.id, Senin (24/2/2025), guna membahas hilirisasi komoditas kelapa untuk mengatasi kelangkaan dan meningkatkan nilai tambah produk turunan kelapa.
Dalam sambutannya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan, Heru Tri Widarto, menegaskan bahwa secara nasional, pasokan kelapa masih dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Namun, kata dia, saat ini harga kelapa terus meningkat dan menjadi perhatian utama pemerintah.
Heru Tri Widarto menyampaikan bahwa Indonesia saat ini merupakan penghasil kelapa terbesar kedua di dunia dan pengekspor kelapa serta turunannya terbesar kedua di dunia.
“Namun, produktivitas kelapa di Indonesia masih berada di urutan ke-10 dunia,” kata Heru Tri Widarto.
Heru menegaskan pentingnya menciptakan keseimbangan antara kepentingan petani, pelaku usaha, dan konsumen dalam pengelolaan industri pertanian, khususnya kelapa.
Upaya ini bertujuan untuk memastikan keberlanjutan industri, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menyediakan produk berkualitas bagi konsumen dengan harga yang terjangkau.
“Sinergi antara seluruh pemangku kepentingan sangat penting untuk mendukung pertumbuhan industri sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan,” jelas Heru.
Anthony Wonsono dari PT. Pacifik Eastern Coconut Utama menambahkan bahwa pelaku UMKM perlu didukung untuk meningkatkan produksi, terutama dalam pengolahan sabut kelapa yang memiliki potensi pasar besar, seperti industri otomotif.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), Cepi Mangkubumi, menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam promosi dagang dan peningkatan kesejahteraan petani kelapa.
Dalam kesempatan tersebut beberapa pengusaha industri kelapa turut menyampaikan rekomendasi seperti perlunya pembatasan sementara ekspor kelapa bulat selama 6 bulan untuk melindungi pasar domestik.
Kemudian, perlunya dilakukan peningkatan pajak ekspor (PE) untuk mendanai program replanting atau peremajaan kelapa, menyusun rencana aksi di masing-masing kementerian yang selaras dengan peta jalan hilirisasi kelapa.
Selain itu, ditegaskan bahwa peremajaan tanaman kelapa harus menggunakan varietas yang unggul demi meningkatkan produktivitas melalui program replanting.
Serta, para pengusaha mengusulkan perlunya mendorong kerja sama dengan pelaku usaha melalui corporate social responcibility (CSR)
untuk penyiapan benih dan pendampingan petani.