Jakarta, mediaperkebunan.id – Indonesia saat ini tercatat sebagai net importir kakao dengan angka mencapai 271.000 ton, yang berdampak pada pengurasan devisa.
Para pelaku usaha kakao melalui Dewan Kakao Indonesia menyarankan perbaikan kakao dengan memanfaatkan dana dari Badan Pengelolaan Dana Komoditas Perkebunan (BPDPKS).
Dalam merespon krisis kakao nasional, Presiden Joko Widodo menugaskan Badan BPDPKS untuk melakukan penanaman kembali (replanting) dan mengembangkan industri berbasis kakao dan kelapa, dengan target produksi mencapai 400.000 ton.
Para pelaku usaha kakao merespon positif kebijakan tersebut dan menyampaikan usulan pengembangan kakao melalui Dewan Kakao Indonesia.
Ketua Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah menyebutkan bahwa saat ini terdapat 11 industri pengolahan kakao dengan kapasitas 739.000 ton per tahun, namun kapasitas terpasang hanya 452.000 ton per tahun, yang berarti sekitar 61 persen atau 271.000 ton per tahun berasal dari impor.
Oleh karena itu, alokasi pembiayaan untuk meningkatkan produksi kakao melalui dana BPDP merupakan kabar baik.
“Terkait implementasinya, para pelaku usaha kakao menyarankan agar BPDP-Kakao dapat bersumber dari kutipan terkait kakao seperti bea keluar ekspor biji kakao atau bea masuk untuk impor kakao. Kami memperkirakan bisa memperoleh dana sebesar Rp 2 triliun,” jelas Soetanto.
Dalam pertemuan hasil inisiasi Dewan Kakao Indonesia bekerjasama dengan Gamal Institute, disepakati bahwa petani yang dapat mengakses pengembangan kakao melalui BPDP adalah mereka yang tergabung dalam koperasi dan kelompok tani.
Setiap orang bisa mendapatkan 4 hektar dengan bantuan sebesar Rp 30 juta per hektar, dan satu kelembagaan minimal 15 hektar. Untuk kelompok tani milenial, ada penambahan insentif menjadi Rp 35 juta per hektar.
Alokasi dana dan strategi
Berikut ini macam-macam strategi usulan pelaku usaha kakao yang memerlukan dana BPDPKS.
Penyiapan perbenihan
Perlu penyiapan perbenihan melalui pengembangan kebun sumber benih khususnya entres yang semakin terbatas. Kemudian perlu penumbuhan produsen benih melalui pengembangan desa mandiri dengan pembiayaan dari dana BPDP atau sumber lain.
Bantuan peremajaan kakao
Paket bantuan peremajaan kakao sebaiknya menyesuaikan dengan prinsip pengembangan kakao berkelanjutan dengan pembatasan penggunaan agrochemical, dan menggunakan minimal tiga jenis klonal atau hibrida. Paket peremajaan ini mencakup benih, pupuk, pestisida, pembenah tanah, tanaman sela, tanaman penaung sementara, dan penaung tetap.
Rekomendasi pemupukan dan pemeliharaan lahan
Lahan untuk peremajaan harus memenuhi aturan EUDR. Untuk sarana prasarana, pengusulan program mencakup:
- Ekstensifikasi
- Intensifikasi
- Rehabilitasi
- Penyediaan alat pertanian
- Alat angkut
- Pengembangan unit pengolahan dengan biaya pembelian kakao basah
- Pembuatan rumah produksi cokelat skala UMKM,
- Sertifikasi sustainability/organik.
Intensifikasi juga memerlukan rekomendasi pemupukan dan SOP pemeliharaan spesifik lokasi. Penyaluran dana untuk riset mengarah pada bagaimana cara menemukan pengendalian OPT utama, varietas baru, dan inovasi untuk peningkatan produksi pertanian melalui riset inisiatif Kementerian Pertanian.
Pengembangan aplikasi
Para pelaku usaha juga menyarankan pengembangan aplikasi gratis untuk menciptakan keterhubungan dan ketelusuran sehingga menghasilkan ekosistem di antara pelaku usaha.
Menurut Soetanto, pengusulan strategi dalam menghadapi status Indonesia sebagai net importir kakao ini akan sampai ke ranah pemerintah.
“Konsep pengembangan kakao ini rencananya akan kami sampaikan secara resmi kepada pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Pertanian sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan,” tambah Soetanto Abdoellah.