Indonesia akan mengurangi ekspor karet 238.375 ton selama Maret-Agustus 2016, atau akan berkurang 40% setiap bulan atau 17,5%. “Jumlah ini cukup besar . Tetapi GAPKINDO setuju melakukan ini dan benar-benar akan menahan barang,” kata Moenardji Soedargo, Ketua Umum GAPKINDO (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia).
GAPKINDO mendapat tugas dari Kementerian Perdagangan melalui Permendag nomor 35 tahun 007 sebagai pelaksana AETS (Agree Export Tonnage Scheme) sesuai dengan keputusan ITRC (International Tripartit Rubber Country). ITRC sepakat memotong ekspor 615.000 ton antara Maret-Agustus 2015 dengan alokasi Thailand 52,7% sebesar 324.005 ton, Indonesia 38,8% sebesar 238.736 ton dan Malaysia 8,5% sebesar 52.259 ton.
GAPKINDO telah mempersiapkan alokasi pemotongan ekspor kepada cabang yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh eksportir dengan jumlah pemotongan dilakukan secara proporsional. Bagi Moenardji, saat ini momen yang tepat untuk pelaksanaan AETS, mengingat harga sudah relatif sangat rendah.
Harga karet saat ini sudah sangat tidak sehat bagi petani. Nilai keekonomiannya dibandingkan dengan harga beras sudah sangat jatuh. “Bahkan dibanding dengan harga karet terendah tahun 2002-2003, meskipun saat ini harganya lebih tinggi tetapi bila dibandingkan dengan harga beras maka sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan petani,” katanya.
Kondisi ini membuat banyak petani menebang pohon karetnya, bukan saja pohon karet tua tetapi pohon karet mudah yang masih produktif juga. “Meskipun kami tidak tahu persis saat ini berapa luas kebun karet yang ditebang tetapi anggota GAPKINDO di daerah menyatakan saat ini jalan raya di sentra produksi karet sangat kasat mata dipenuhi tumpukan kayu karet,” katanya. S