2nd T-POMI
2021, 10 Oktober
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Indonesia untuk pertama kalinya mengekspor stevia ke Korea Selatan. Bulan Juni lalu satu kontainer dan bulan ini 2 ton. Peluang pengembangan stevia ini sangat besar karena hanya beberapa negara saja yang bisa menghasilkan stevia. Indonesia yang berada di garis katulistiwa ternyata bisa menghasilkan stevia. Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan menyatakan hal ini.

Stevia yang ditanam di Kabupaten Minahasa ini benihnya berasal dari impor. Stevia yang ada Indonesia yang manis hanya daunnya saja. Sedang benih impor ini batangnya juga manis. Saat ini yang diekspor baru daun dan batang stevia kering saja. Kalau investor Korea ini bisa menjalin kemitraan dengan petani dan penanaman mencapai 5.000 ha maka akan membangun industri gula tepung stevia.

Stevia umum digunakan sebagai pemanis bagi industri minuman di Korea Selatan, Jepang juga Mesir. Gula stevia rendah kalori sehingga cocok untuk penderita diabetes atau orang yang sedang diet.

Kabupaten Mihanasa cocok ditanami stevia sebab syarat tumbunya minimal 700 m diatas permukaan laut dan panasnya maksimal. Kondisi lahanya juga rata tidak berbukit-bukit. Indonesia menjadi salah satu dari lima negara yang menjadi radar investor Korsel sejak tahun 2019. Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa sendiri mendukung penuh dengan menyederhanakan perizinan investasi melalui pelayanan satu pintu.

Karena itu, PT Bejana Kasih Sempurna (BKS) selaku eksportir sekaligus investor harus mengimpor benih tanaman stevia dari Korsel. Koordinasi dengan Badan Karantina Pertanian (Barantan) dilakukan guna memastikan impor benih yang dilakukan Stevia Farm.co Ltd Korea telah memenuhi persyaratan perkarantinaan.

Adapun budidaya tanam stevia melibatkan gabungan kelompok tani yang didukung insentif pembiayaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). PT BKS juga menjadi off taker hasil panen petani dengan sistem kontrak. Investor mematok target penanaman stevia bersama petani mencapai areal lahan 6.000 hektare (ha).

Mohammad Cholid, Peneliti Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Kementan, menyatakan stevia sangat potensial dikembangkan sebagai pemanis alami, pendamping gula tebu dan pengganti gula sintetis. Bahan pemanis yang dihasilkannya yaitu Glikoda Steviol termasuk dalam jenis high intense sweetener artinya dalam jumlah yang sama, tingkat kemanisannya setara dengan 300 kali gula tebu.

Senyawa ini diekstrak melalui daun. Dinyatakan aman oleh Codex Alimentarius Commision (CAC) , organisasi internasional dibawah FAO dan WHO. Jepang dan Korea merupakan konsumen utama di Asia. Sedang konsumsi di China meningkat pesat sekali. Di Malaysia, India dan Mesir juga konsumsinya mulai meningkat. Brasil merupakan konsumen terbesar di Amerika Selatan. Paraguay mengkonsumsi dalam jumlah besar dalam bentuk daun.

Di Amerika Serikat 10 tahun yang lalu dipasarkan sebagai suplement untuk diet. Sebagai pemanis baru diperkenalkan tahun 2019 dan setiap bulan konsumsinya semakin meningkat. Australia baru mulai mengkonsumsi dalam jumlah sedikit tetapi ada potensi untuk terus bertumbuh. Produksi dunia dalam bentuk Glikoda steviol mencapai 2.000 ton dan 90% diproduksi China, sedang dalam bentuk Rebauodiosida 500 ton dan 50% diproduksi Malaysia.