Pembentukan CPOC (Council of Palm Oil Producing Countries) harus segera diikuti dengan pembuatan standar sustainable kelapa sawit versi ke dua negara. “Kita sebagai praktisi kelapa sawit harus membuat standar berdasarkan pengalaman lama Indonesia dan Malaysia. Jangan sampai standar itu diserahkan pada LSM,” kata Idris A Ghani, Guru Besar University Kebangsaan Malaysia.
LSM yang sebagian besar dari negara-negara Barat sebenarnya tidak tahu tentang kelapa sawit tetapi selama ini dibiarkan saja mengatur melalui berbagai standar seperti RSPO. RSPO contohnya melarang penggunaan pestisida atau penggunaan pestisida seminimal mungkin.
Hal ini baik tetapi pestisida tetap diperlukan apalagi bila ada ledakan serangan hama penyakit. Tidak bisa lagi menggunakan satu cara pengendalian tetapi harus kombinasi. Kalau untuk menekan sampai ambang batas ekonomi bisa menggunakan cara biologis tetapi untuk outbreak harus menggunakan pestisida.
Untuk membuat standar sebaiknya mendengar permintaan konsumen terbesar minyak sawit yaitu India dan Tiongkok. Dua negara ini harus dilibatkan dan apapun permintaan mereka harus dipenuhi. “Eropa membeli sedikit tetapi banyak sekali permintaanya. Setelah semua permintaan dipenuhi ternyata mereka tidak membeli,” katanya.
“Sertifikasi RSPO misalnya siapa yang melaksanakan. Pemuda-pemuda Eropa yang menganggur disana sekarang bekerja untuk sertifikasi RSPO. Kita dipermainkan saja, sudah kita ikuti standarnya ternyata tidak beli juga,” katanya.
Malaysia dan Indonesia harus kompak mengawasi pakar-pakar dari LSM Eropa. Jangan biarkan mereka bebas masuk ke kebun-kebun. Kalau perlu dan membahayakan mereka tidak boleh masuk ke sini. S