2018, 6 Desember
Share berita:

Melihat kondisi geografis Indonesia yang didukung iklim tropis maka sebenarnya Indonesia berpotensi meneguasai pertanian.

Hal tersebut diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Kemterian Pertanian, Hari Priyono dalam Diskusi Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN) dengan tema “Outlook Agribisnis 2018 dan Proyeksi 2019,” di Jakarta.

Lebih dari itu, menurut Hari meskipun Indonesia seriap tahun pergerseran musim hal itu tidak dijadikan masalah untuk menanam. Bahkan menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor pertanian pada 2017 mencapai Rp 441 triliun, naik 24 persen dibandingkan 2016 yang hanya Rp 355 triliun.

Kemudian, ekspor di komoditas perkebunan meningkat sebesar 26,5 persen atau dari US$ 25,5 miliyar atau Rp 341,7 triliun menjadi US$ 31,8 milyar USD atau menjadi 432,4 triliun. “Ini menjadi fakta bahwa sawit, kopi, kakao dan lainnya telah menjadi primadona ekspor dan telah menjadi kompetsi daya saing produk,” jelas Hari.

Meski begitu, Hari mengingatkan komoditas pertanian tetap harus terus melakukan pembenahan diri demi menciptakan komoditas yang berdaya saing, diantaranya dengan menciptakan jalur perdagangan yang lebih cepat dari sentra produksi ke sentra konsumsi. Apalagi Indonesia terdiri dari kepulauan.

“Jadi sebenarnya barang itu ada, tapi karena bersifat spot (terpencar-pencar) atau tidak dalam satu hamparan maka itulah yang menyebabkan tingginya harga dan seolah barang langka. Padahal barang itu ada tapi tidak otomatis bergerak dengan sendiri. Sehingga tugas kedepan yaitu memperbaiki jalus distribusi,” urai Hari.

Melihat permasalahan tersebut maka Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono mengatakan bahwa Kementerian Pertanian di tahun 2019 akan akan fokus kepada pengembangan kawasan pertanian (klaster) berbasis korporasi petani dan penguatan infrastruktur pertanian.

Baca Juga:  Harga Sawit Kaltim Naik

“Ini dilandasi pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Berbasis Koporasi Petani,” terang Kasdi.

Tidak hanya itu, Kasdi mengakui bahwa kebijakan pengembangan kawasan pertanian berbasis korporasi petani itu telah diatur melalui Permentan Nomor 18 tahun 2018. Dalam pelaksanaanya bisa saja gabungan kelompok tani bermitra dengan perusahaan sebagai off taker hasil produk pertanian.

“Sudah saatnya petani tidak hanya berkutat pada kegiatan budidaya saja, namun beranjak kepada aspek pengolahan sekaligus pemasaran.Tentunya didukung mitra koperasi,” pungkas Kasdi. YIN