Jakarta, Mediaperkebunan.id – Kebijakan yang dilakukan India ternyata memberikan pengaruh yang cukup besar pada penetapan harga referensi minta sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia untuk periode Februari 2025 ini.
Pengaruh yang dimaksud di sini adalah menurunnya permintaan dari negara Bollywood tersebut terhadap produksi CPO yang diproduksi Indonesia sepanjang Januari 2025. Hal tersebut, kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan, Isy Karim, membuat harga referensi CPO Indonesia untuk Februari 2025 mengalami penurunan atau pelemahan.
Di samping faktor dari India, Isy Karim mengatakan penurunan harga referensi CPO juga disebabkan oleh proses pelemahan harga minyak nabati lainnya yang merupakan pesaing CPO di pasar global.
“Seperti minyak kedelai atau soyabean dan minyak rapeseed,” kata Isy Karim, dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi Kementerian Perdagangan, Selasa (4/2/2025).
Karena itu, kata Isy Karim, tidak heran kalau harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) CPO periode Februari 2025 adalah sebesar USD 955,44 per metrik ton (MT).
“Nilai ini turun sebesar USD 104,10 atau 9,82 persen dari harga referensi CPO periode 1—31 Januari 2025 yang tercatat sebesar USD 1.059,54 per MT,” ungkap Isy Karim.
Sekadar mengingatkan, pungutan ekspor (PE) merupakan sebuah tarif dari badan layanan umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Isy Karim melanjutkan, penetapan harga referensi CPO ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 123 Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan PE Periode Februari 2025.
Di samping itu, Isy Karim juga mengatakan BK CPO periode Februari 2025 merujuk pada kolom angka 7 lampiran huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 124 per MT. Sementara itu, tuturnya lebih lanjut, PE CPO periode Februari 2025 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Februari 2025, yaitu sebesar USD 71,6581 per MT.
“Saat ini, HR CPO turun mendekati ambang batas sebesar USD 680 per MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD 124 per MT,” kata Isy Karim.
“Kemudian, PE CPO tercatat turun sebesar 7,5 persen dari harga referensi CPO Februari 2025, yaitu sebesar USD 71,6581 per MT untuk periode Februari 2025,” beber Isy Karim lebih lanjut.
Sumber harga untuk penetapan harga referensi CPO dimaksud, ungkap Isy Karim, diperoleh dari rata-rata harga CPO di tiga bursa dunia selama periode 25 Desember—24 Januari 2025.
“Yaitu pada bursa CPO di Indonesia sebesar USD 867,83 per MT, bursa CPO di Malaysia sebesar USD 1.043,05 per MT, dan pasar lelang CPO Rotterdam sebesar USD 1.253,90 per MT,” Isy Karim melanjutkan.
Nah, ujar Karim kemudian, karena itu berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD 40 per MT.
“Maka perhitungan harga referensi CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median,” tutur Isy Karim.
Oleh karena itu, ia menambahkan, harga referensi bersumber dari bursa CPO di Malaysia dan bursa CPO di Indonesia. Untuk itu, sesuai dengan perhitungan tersebut, maka ditetapkan harga referensi CPO sebesar USD 955,44 per MT.
Selain itu, tak lupa Isy Karim bilang, minyak goreng atau refined, bleached, and deodorized (RBD) palm olein dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat bersih kurang lebih atau ≤ 25 kilogram (Kg) dikenakan BK USD 31 per MT.
“Hal ini sesuai dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Kepmendag Nomor 124 Tahun 2025 tentang Daftar RBD Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg,” tegas Plt Dirjen Daglu Isy Karim.