PP No 22 Tahun 2021 merupakan peraturan yang mengatur Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalamnya terdapat aturan detail mengenai perlindungan dan pengelolaan mutu air, mutu laut, mutu udara, pengelolaan limbah, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan lain sebagainya.
Penerapan PP No 22 Tahun 2021 ini berpengaruh terhadap semua aspek salah satunya industri kelapa sawit. Oleh karena itu, Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (p3pi) mengadakan online training yang membahas implikasi PP No 22 Tahun 2021 terhadap praktek perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Pada online training kali ini, p3pi menghadirkan Tulus Laksono, SH. selaku Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen PPKL KLHK dan Yeremias Kotto Lapu Killo, ST., CEIA selaku praktisi p3pi sebagai pembicara.
Tulus Laksono menjelaskan bahwa sebelum adanya PP No 22 Tahun 2021, peraturan mengenai pemanfaatan dan pembuangan air limbah diatur dalam PP No 82 Tahun 2021. Pada PP No 82 Tahun 2021 terdapat dua peraturan pelaksana yakni KepMen LH 28/2023 dan KepMen LH 29/2023.
KepMen LH 28/2023 mengatur mengenai Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Sedangkan KepMen LH 29/2023 mengatur mengenai Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
Setelah adanya PP No 22 Tahun 2021, kedua peraturan pelaksana tersebut dicabut dan berlaku peraturan terbaru yakni Permen LHK No 5/2021 mengenai Tata Cara Penerbitan Pertek & SLO Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Peraturan tersebut kemudian mempengaruhi bagaimana teknis pembuangan dan pemanfaatan air limbah ke lingkungan.
“Kemudian keluarlah PP No 22 Tahun 2021 yang dimana dua KepMen LH 28/2023 dan KepMen LH 29/2023 dicabut dan berlaku Permen LHK No 5/2021. Jadi Permen LHK No 5/2021 merupakan peraturan pelaksana dari PP No 22 Tahun 2021. Dua KepMen tersebut sudah tidak berlaku dengan keluarnya Permen LHK No 5/2021.” ujar Tulus Laksono.
Dalam Permen LHK No 5 Tahun 2021, izin baku mutu air limbah diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha berdasarkan PP No 5 Tahun 2021. Pada lampiran II D disebutkan bahwa Baku Mutu Air limbah yang akan dimanfaatkan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan / atau sesuai hasil kajian.
“Di Permen 5 ini terdapat lampiran II D yang terkait dengan pemanfaatan air limbah ke tanah. Jadi baku mutu air limbah yang akan dimanfaatkan ke tanah mengacu pada peraturan perundang-undangan dan atau sesuai hasil kajian. Jadi terdapat dua pilihan atau mengacu pada dua-duanya karena dalam lampiran tersebut tertulis dan garis miring atau,” kata Tulus.
Syarat Land Aplikasi pada Permen LHK No 5 Tahun 2021 dapat dilakukan di selain lahan gambut, dilakukan di lahan dengan permeabilitas 1,5 – 15 cm/jam, dilakukan di lahan dengan kedalaman air tanah lebih dari 2 meter dan dilakukan di lahan dengan kelerengan < 30%. Yang membedakan dengan peraturan sebelumnya adalah tidak ada syarat BOD < 5000 mg/L. Lokasi pemanfaatan dapat dilakukan di lahan milik sendiri dan/atau milik orang lain dengan ketentuan masing-masing lahan harus telah mendapat persetujuan lingkungan.
Kemudian Yeremias menjelaskan mengenai perizinan perkebunan kelapa sawit. Yeremias mengatakan bahwa perizinan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/PERMENTAN/KB.410/6/2017. Terdapat tiga bidang usaha yang diatur yakni usaha budidaya tanaman perkebunan, usaha industri pengolahan hasil perkebunan, dan usaha perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan.
Dalam Permentan No 21 Tahun 2017 juga mengatur persyaratan yang perlu dipenuhi oleh pelaku usaha dalam penerbitan izin usaha perkebunan yang terdiri dari beberapa kategori berdasarkan luas lahan. Kategori tersebut terdiri dari Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan < 25 Ha dan > 25 Ha; Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan < 5 ton TBS/Jam dan > 5 ton TBS/Jam; dan Usaha Perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan ≥ 1.000 Ha.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan dan pelaksanaan dari pengelolaan hasil perkebunan sawit yakni pengelolaan limbah, bahan baku, akses, izin usaha dan legalitas, serta mesin dan spare part pabrik kelapa sawit. Yeremias mengatakan bahwa sesuai dengan PP No 22 Tahun 2021 khususnya pasal 3, salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku usaha diantaranya adalah izin lingkungan. Fungsi utama izin lingkungan atau persetujuan lingkungan bukan untuk prasyarat penerbitan perizinan berusaha tetapi merupakan salah satu instrumen dalam pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
“Terkait dengan pemenuhan persyaratan untuk penerbitan izin usaha perkebunan. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku usaha diantaranya adalah izin lingkungan. Dimana hal ini sesuai dengan yang sudah diatur dalam pasal 3 PP No 22 Tahun 2021, izin lingkungan ini merupakan persyaratan dalam penerbitan perizinan usaha,” jelasnya.
Pasal 3 PP No 22 Tahun 2021 juga mewajibkan pelaku usaha mempunyai dokumen lingkungan hidup sebagai persyaratan dalam penerbitan persetujuan lingkungan. Terdapat dua dokumen lingkungan hidup yang harus disusun pelaku usaha yakni Penyusunan Amdal dan Uji Kelayakan AMDAL atau; Penyusunan Formulir UKL-UPL dan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL.
Tak hanya itu pasal ini juga mengatur masa berlaku persetujuan lingkungan. Yang dimana masa berlaku perizinin lingkungan akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya perizinan berusaha. Kemudian apabila perusahaan ingin mengajukan perpanjangan perizinan usaha dan tidak terjadi perubahan usaha atau kegiatan, maka perusahaan masih dapat menggunakan perizinan lingkungan yang sebelumnya.
“Pasal 3 ini juga mengatur masa berlaku persetujuan lingkungan. Bahwa untuk prosedur lingkungan ini berlaku atau berakhir akan bersamaan dengan berakhirnya perizinan usaha. Kemudian apabila dalam perencanaan kedepannya dari industri atau perusahaan melakukan perpanjangan perizinan usaha dengan catatan bahwa dalam perpanjangan ini masih dalam skala yang masih sama, perizinan lingkungan yang dimiliki sebelumnya masih tetap berlaku,” terangnya.
Jenis dokumen lingkungan hidup yang perlu disusun atau dimiliki dari pelaku usaha yang masih dalam tahap perencanaan terdiri dari AMDAL dan formulir UKL dan UPL. AMDAL ini sendiri terdiri dari 3 jenis dokumen yaitu Formulir Kerangka Acuan, Dokumen AMDAL, Dokumen RKL-RPL.
Sedangkan dokumen yang diperlukan pada tahap operasional terdiri dari DPLH (setara UKL-UPL) dan DELH (setara AMDAL). Kedua dokumen itu untuk kegiatan usaha yang sudah beroperasi namun belum mempunyai dokumen lingkungan hidup, atau dokumen lingkungan hidup tidak sesuai dengan ketentuan perundangan, dan atau Lokasi Usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang. Ketentuan ini telah diatur dalam Pasal 86 PP 22 Tahun 2021.