Jakarta, Mediaperkebunan.
Kisruh perkelapasawitan akhir-akhir ini membuat semua pihak sadar perlu perbaikan tata kelola perkelapasawitan secara lebih intensif dan menyeluruh. Inpres nomor 6 tahun tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan menjadi semakin relevan untuk terus dilaksanakan. Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan/Kepala Sektretariat RAN KSB menyatakan hal ini pada webinar Effective Collaborative Action (ECA) : Pembelajaran Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk Percepatan Pelaksanaan RAN KSB dan ISPO bagi Pekebun yang dilaksanaan UNDP SPOI.
Setelah larangan ekspor CPO dan 4 produk lainnya dicabut sampai sekarang harga TBS ditingkat petani malah semakin turun. “Kami mengupdate selama 24 jam. Ada beberapa PKS yang tidak lagi menerima TBS karena tangki timbun sudah penuh. Dengan melihat kondisi ini maka ada benang merah kondisi sekarang dengan upaya pelaksanaan RAN KSB,” katanya.
Kisruh minyak goreng dengan kebijakan pemerintah mengatasinya menjadi pengalaman berharga untuk segera memperbaiki tata kelola sawit secara keseluruhan. Dampaknya ke hulu sangat luar biasa.
Antara hulu dan hilir merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Begitu ada malasah di hilir dampaknya ke hulu sangat luar biasa. Kerugian yang paling besar justru ditanggung hulu.
Belum lancarnya ekspor menyebabkan perolehan devisa dari minyak sawit terganggu dan turunnya harga TBS di kebun. Pekebun yang luas lahannya 41% dari total 16,8 juta ha kebun kelapa sawit menanggung kerugian yang tidak sedikit, apalagi didominasi oleh pekebun swadaya dengan segala tantangan dan pemasalahannya.
Komponen B Ran KSB yaitu peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun menjadi solusi yang tepat mengatasi hal ini. Dengan dukungan multipihak, pekebun swadaya didorong membentuk kelembagaan dan membuat Mou dengan PKS sehingga mendapatkan harga sesuai harga penetapan yang pembentukannya diatur Permentan nomor 1 tahun 2018.
“Permentan ini disalah artikan oleh sebuah asosiasi petani yang menuduh diskriminatif pada petani swadaya karena harga berlaku untuk petani plasma dan kemitraan. Kalau dibaca dengan baik justru melalu Permentan ini kita dorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani untuk membangun kelembagaan. Kementan ingin petani berlembaga sehingga kuat bukan dibiarkan sendiri-sendiri dengan posisi tawar yang lemah ,” kata Dedi lagi.
Komponen D RAN KSB yaitu perbaikan tata kelola dan penanganan sengketa, maka semua perusahaan sawit harus mengikuti peraturan yang berlaku. “Kita sudah mendata 1.212 PKS. Hasilnya ternyata masih banyak yang tidak sesuai aturan yaitu tanpa kebun.Kita perbaiki lagi tata kelolanya sesuai aturan yaitu PKS harus punya kebun minimal 20% dari kapasitasnya atau memiliki perjanjian kerjasasama dengan kelembagaan petani sebagai pemasok TBS,” kata Dedi lagi.
Kementan juga sudah membuat Gugus Tugas Monitoring Harga Pembelian Tandan Buah Segar Produksi Pekebun lewat Kepdirjen nomor 135 tahun 2022 tanggal 6 Juni tahun 2022. Dedi menjadi ketua gugus tugas ini yang akan terus beroperasi sampai Desember 2022.
Dibawahnya ada koordinator wilayah yang terdiri dari eselon 2 Ditjenbun dengan anggota kepala dinas yang membawahi perkebunan provinsi di wilayah masing-masing. Tugasnya adalah melakukan monitorng dan pengawasan terhadap pembelian TBS apakah sesuai Permentan 01 tahun 2018 dan Pergub sebagai turunannya. Bila Pergub belum ada maka gugus tugas harus mendorong supaya pergub segera terbit. Tugas lain gugus tugas adalah melaksanakan pembinaan perizinan perkebunan kelapa sawit.
Arahan Presiden Jokowi sudah sangat jelas dan tegas bahwa semua upaya pembenahan yang dilakukan jangan sampai merugikan pekebun. Tata kelola perkebunan sawit harus segera dibenahi sebab kalau dibiarkan dampaknya akan besar sekali. Perkebunan kelapa sawit harus berkelanjutan yang memberi manfaat bagi lingkungan, sosial dan ekonomi harus terus didorong.