Harga Referensi (HR) CPO periode September 2024 untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS) atau yang biasa dikenal dengan Pungutan Ekspor (PE) mengalami kenaikan sebesar 2,32%. HR CPO periode September 2024 tercatat sebesar USD 839,53 /MT atau naik sebanyak USD 19,42 dari periode Agustus 2024.
Isy Karim selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa peningkatan HR CPO pada September 2024 ini telah meningkat menjauhi ambang batas sebesar USD 680 /MT. Dengan merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku, pemerintah menetapkan Bea Keluar (BK) CPO sebesar USD 52 /MT dan Pungutan Ekspor (PE) CPO sebesar USD 90 /MT.
“Saat ini, Harga Referensi CPO meningkat menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Oleh karena itu, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar (BK) CPO sebesar USD 52/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD 90/MT untuk periode 1—30 September 2024,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim.
Penetapan HR CPO pada September 2024 bersumber dari harga rata-rata periode 25 Juli – 24 Agustus 2024 dengan sejumlah rujukan bursa CPO di tiga negara. Bursa CPO di Indonesia menunjukan harga rata-rata USD 804,96 /MT, Bursa CPO Malaysia sebesar USD 874,10 /MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD 970,41 /MT. Menurut Permendag Nomor 46 Tahun 2022, apabila terdapat perbedaan harga rata – rata pada ketiga sumber tersebut sebesar lebih dari USD 40, maka perhitungan CPO menggunakan rata – rata dari dua sumber yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median yakni Bursa CPO di Indonesia dan Bursa CPO di Malaysia. Berdasarkan perhitungan, maka HR CPO ditetapkan sebesar USD 839,53 /MT.
Isy Karim juga menjelaskan bahwa peningkatan HR CPO dipengaruhi oleh adanya peningkatan minyak nabati lainnya yakni minyak kedelai. Terdapat pula peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi seperti penurunan produksi di Malaysia.
“Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi peningkatan harga minyak nabati lainnya, yaitu minyak kedelai, dan peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Dalam hal ini, ada penurunan produksi di Malaysia,” jelas Isy.
Sementara itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan BK USD 0/MT. Penetapan merek untuk produk tersebut sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1205 Tahun 2024 tentang Daftarjenama RBD Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.