Jakarta, mediaperkebunan.id – Kementerian Perindustrian mendorong tumbuhnya industri pengolahan sagu untuk mendorong hilirisasi pada komoditas potensial tersebut. Upaya strategis ini diyakini bakal mendongkrak nilai tambah sagu sekaligus mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“Hilirisasi produk sagu diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan potensi pajak dan pendapatan asli daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mewakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada acara Pekan Sagu Nusantara (PSN) dengan tema “Sagu Pangan Sehat untuk Indonesia Maju” di Jakarta.
Agus menyebutkan, saat ini sebanyak 50,33% total luas tanaman sagu Indonesia berada di Pulau Papua. Pemerintah telah menjadikan program peningkatan pengelolaan sagu nasional sebagai salah satu program prioritas. “Hal ini sejalan dengan kebijakan Bapak Presiden Joko Widodo dalam melakukan pembangunan Indonesia melalui wilayah pinggiran,” ungkap Agus.
Lebih lanjut, pemerintah memasukkan pengolahan sagu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Artinya, pemerintah memandang sagu sebagai bagian yang penting dan strategis bagi ketahanan pangan nasional terutama menghadapi krisis pangan seperti yang diprediksi oleh Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).
Agus menyampaikan, sagu merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat menjadi alternatif pangan nasional. Sejak zaman dahulu, sagu telah menjadi pangan utama masyarakat kawasan timur Indonesia. Bahkan, kini telah banyak bentuk produk turunan dari sagu seperti glukosa, yang dihasilkan melalui pemanfaatan pati dan dapat dijadikan ethanol dan fruktosa dalam industri makanan dan minuman.
“Selain sebagai bahan pangan, sagu menghasilkan glukosa yang dapat dijadikan asam organik untuk industri kimia, farmasi dan energi,” sebut Agus. Sagu juga bisa dimanfaatkan untuk menjadi dextrin yang umum digunakan di industri kayu, kosmetik, farmasi, dan pestisida.
Agus menambahkan, pandemi Covid-19 juga memberikan pembelajaran bagi semua pihak bahwa ketahanan pangan sangatlah penting. “Di tengah pandemi saat ini, ketahanan pangan nasional menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk terus berupaya memastikan pasokan pangan yang sehat kepada masyarakat,” jelas Agus.
Oleh karena itu, Agus menghimbau, masa pandemi ini menjadi momentum yang baik untuk membangun kedaulatan pangan melalui program diversifikasi produk dan konsumsi. “Pengembangan sagu sebagai salah satu pangan pokok perlu diakselerasi. Sebab, selain berbasis kearifan lokal, hilirisasi sagu juga dapat menjaga ketahanan pangan nasional,” ujar Agus.
Apalagi, Presiden RI, Joko Widodo telah memberikan arahan untuk meningkatkan produksi bahan pangan dalam negeri agar rantai pasokan tidak terganggu. “Namun demikian, peningkatan diversifikasi pangan lokal perlu dilakukan melalui penyebaran informasi produk-produk pangan yang sehat dan bergizi sehingga dapat memberikan opsi kepada masyarakat untuk menkonsumsi berbagai sumber pangan bernutrisi lainnya seperti sagu, singkong, jagung, dan lain lain,” tambah Agus.
Sehingga dalam hal ini, Agus berharap. agar industri pengolahan sagu dapat tumbuh dan berkembang, perlu juga peran pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar dapat memberi perhatian khusus dalam perbaikan infrastruktur di sentra-sentra penghasil sagu.
“Sebab, sagu pada umumnya tumbuh di remote area dengan infrastruktur yang masih kurang memadai seperti akses jalan maupun listrik. Oleh karena itu, kami akan berkoordinasi dengan instansi-instansi yang terkait,” jelas Agus.
Selanjutnya, dalam rangka Pekan Sagu Nusantara 2020, Agus pun memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah dan para pelaku industri kecil menengah (IKM) yang telah mengembangkan sagu dengan berbagai inovasi menjadi makanan dan aneka produk turunannya.
“Kami berharap sagu sebagai pangan sehat dapat terus disosialisasikan dan dikembangkan melalui program pembangunan sagu yang dilakukan secara terpadu dari hulu sampai hilir dengan melibatkan seluruh stakeholder dan terus digulirkan menjadi program yang berkelanjutan untuk memaksimalkan potensi sagu untuk mendukung ketahanan pangan dan energi,” harap Agus.
Ditempat terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Antarjo Dikin mengakui makanan sagu dapat menggantikan makanan pokok lainnya. Sebab, di dunia ini memang ada kecenderungan kelangakaan pangan. Sebab sumber daya alam mulai terbatas.
Bahkan sagu pun saat ini telah dijadikan makanan alternatif pengganti beras khususnya bagi penderita penyakit diabetes.
Seperti diketahui, data dari International Diabetes Federation pada 2017 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-6 negara dengan jumlah orang dengan diabetes. “Jadi sagu ini bisa menjadi bahan makanan pengganti beras,” kata Antarjo
Melihat hal tersebut, Antarjo pun mengakui maka sagu bisa juga dijadikan sebagai sumber pangan lainnya. Sehingga dengan membuka atau menciptakan pasar sagu, sama saja dengan mengangkat potensi petani dan membuka pasar ekonomi baru ke luar negeri.
5 Negara Pasar Sagu Indonesia
Terbukti, berdasarkan catatan Badan Pusat Satitstik (BPS) pasar sagu Indonesia terbesar ada di lima negara. Pertama Malaysia dengan volume ekspor 7.138.000 kilogram dengan nilai US$ 873.604. Kedua, Jepang dengan volume ekspor 4.122.000 kilogram dengan nilai US$ 208.748. Ketiga, Cina dengan volume ekspor 208.305 kilogram dengan nilai US$ 110.601. Keempat, Singapur dengan volume ekspor 7.175 kilogram dengan nilai 23.096. Kelima, Amerika Serikat dengan volume ekspor 4.615 kilogram dengan nilai US$ 68.227.
Semakin meningkatnya konsumsi sagu dunia karena sagu memiliki kandungan serat yang tinggi, namun karbohidratnya rendah. Jadi sangat dianjurkan bagi penderita diabetes dan mencegah datangnya penyakit tersbut. “Sehingga negara yang belum banyak yang tau manfaatnya, harus terus disosialisasikan untuk mendorong pasar sagu di luar negeri,” himbau Antarjo. (YIN)