Bandung, Mediaperkebunan.id – Tanaman kelapa sawit berproduksi tinggi ditandai dengan jumlah janjang yang banyak. Kondisi ini secara tidak langsung meniadakan bunga jantan yang dibutuhkan untuk terjadinya penyerbukan. Terjadi ketidakseimbangan antara populasi kumbang penyerbuk dengan jumlah bunga betina yang akan diserbuk.
Dalam kondisi tertentu produksi hasil yang tinggi tidak optimal sesuai potensinya karena rendahnya pembentukan buah. Indra Syahputra, Kepala Riset PT Socfindo menyatakan hal ini pada 2nd ISGANO 2025 yang diselenggarakan Media Perkebunan dan P3PI.
Kondisi tertentu itu adalah kepadatan tanaman yang tinggi, pengendalian kimia yang berlebihan, serangan tikus, terlambat tunasan (pruning), penanaman/peremajaan dalam skala luas, daerah rendahan/tertutup, tanaman/lingkungan sekelilingnya, faktor iklim (curah hujan, suhu ekstrim). Usaha yang pernah dilakukan adalah penyerbukan bantuan (aspol), hive system, pokok polinator/pruning, hatch and carry static, estragole (feromon), NAA, hatch and carry mobile dan super male.
Hatch and carry dengan penangkaran Elaeidobius terpusat, dilakukan disatu tempat tiap kebun atau unit lebih kecil (divisi). Penangkaran bertujuan untuk mempermudah pengendalian proses perkembangbiakan kumbang dalam rangka memaksimalkan hasil penetasan. Dimulai dengan pembuatan kantong penetasan menggunakan organza/orgadi fabric >100 mesh dan dibuat bentuk kubus 60 x 60 x 60 cm.
Bunga jantan diambil dari tanaman pokok sawit usia tua 2-4 hari setelah antesis dengan batang dan spikelet masih baru dan diangkut dengan keranjang. Persiapan penangkaran pisahkan spikelet dari batang. Spikelet yang sudah dipisah diletakkan dalam kantong penangkaran. Perkantong terdapat spikelet yang berasal dari tanaman yang menghasilkan 5 bunga jantan. Perkantong diganti tiap 14 hari.
Pengumpulan Elaeidobius dilakukan setiap hari, dimulai dari pukul 7:30 pagi dan pengumpulan ulang 2-3 jam sesudahnya, 3-4 kali setiap kantong, dilakukan menggunakan kantong yang terbuat dari kain organdi. EK yang terkumpul dimasukkan dalam kantong aklimatisasi untuk mengaktifkan kumbang yang baru muncul. Sediakan kumbang yang akan dilepas keesokan harinya. Letakkan bunga jantan antesis yang telah dikumpulkan pollennya dalam kantong aklimatisasi.
Pengumpulan EK rata-rata 9,28 gr (7.243 EK)/hari/kantong. Satu siklus 14 hari terkumpul 104.000 kumbang perkantong, atau rata-rata 20.784 kumbang untuk satu bunga jantan setelah antesis. Persiapan pelepasan EK dengan menimbang berdasarkan dosis yang diperlukan dan areal yang akan diaplikasikan ±12.000 EK (10 gr/ha). Dipersiapkan polen segar 2% dari berat EK. Polen dicampur dengan EK. Sebelum pelepasan, EK yang dibutuhkan setiap blok dihitung dan disiapkan pada pagi hari.
Pelepasan EK, persiapkan pad/runway 7-8 titik/ha. EK pad disepanjang titik pengumpulan tandan. EK pad terbuat dari plastik dan diberi nomor. Waktu pelepasan pukul 07-12, dilepaskan 1o gr/ha, 2 gr/titik, minimal 2 aplikasi dalam satu minggu, output pekerja 70-80 hari. Di kebun Tanah Gambus blok yang ada HCM peningkatan produksi TBS sebesar 4,4 ton/ha/tahun (19%) sedang tanpa HCM hanya 1,8 ton/ha/tahun (9%). Sedang di kebun Aek Loba peningkatan produksi pada blok dengan HCM sebesar 6 ton/ha/tahun (27%). Di kebun Bangun Bandar peningkatan produksi TBS dengan HCM ,3 ton/ha/tahun (31%). Di kebun Seunangan peningkatan produksi dengan HCM 6,96 ton/ha/tahun (47%).
Biaya hatching EK mencapai Rp6.109/ha/hari sedang pelepasan Rp2.875/ha/hari sehingga total biaya sehari Rp8.984/ha. Jika setahun maka biaya mencapai Rp934.336/ha. Cara ini lebih murah dibanding metode lainnya seperti penyerbukan manual atau asisten polinasi. Dengan cara ini maka mendapat keuntungan lebih tinggi.