Medan, mediaperkebunan.id – Harga kelapa di tingkat pedagang eceran di sejumlah pasar tradisional di kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terus meningkat dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
“Tiga bulan terakhir harga sudah naik terus. Sudahlah naik, kadang kami pun enggak Sapat kelapanya,” kata Lisa Ketaren, seorang pedagang kelapa di Pasar Tradisional Helvetia, kepada Mediaperkebunan.id, Jumat (24/1/2025) pagi.
Bahkan yang membuat dirinya kesal dengan situasi ini adalah perubahan pola penjualan kelapa yang diterapkan pihak distributor ke mereka sebagai para pedagang.
“Karena kelapa sekarang sudahlah mahal, payah pula didapat. Akhirnya pihak distributor mengubah pola penjualan kelapa dari biasanya per butir menjadi per kilogram,” ungkap Lisa Ketaren.
“Tentu ada perbedaan antara harga kelapa per butir dengan per kilogram. Kalau dulu, agak besar kelapanya tetap dihitung per butir harganya. Kalau sekarang betul-betul ditimbang kelapanya, kalau lebih sekilo ya tambahlah harganya,” ucapnya

Ia mengaku sangat keberatan dengan pola ini, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena suplai buah kelapa ke seluruh pedagang di Pasar Tradisional Helvetia, termasuk ke kedainya, juga sudah mulai terbatas.
“Ini kelapa-kelapa yang di kedai saya ini sekarang terbatas jumlahnya, dan ini pun datang dari Tapanuli Selatan. Kelapa yang dari Batubara dan Takengon Aceh sudah enggak masuk lagi ke kami. Kata distributornya udah gak ada lagi kelapa di dua tempat itu,” kata dia menambahkan.
Secara terpisah, Siahaan, seorang pedagang kelapa di Pasar Sei Sikambing, malah mengaku terpaksa menutup kedai parut kelapanya selama sepekan terakhir. Padahal, kedai parut kelapa ya itulah yang telah menafkahi dia dan keluarganya selama bertahun-tahun.
“Habis, mau bagaimana lagi. Kelapa susah didapat. Distributor kelapa dari Kabupaten Batubara mengaku enggak lagi dapat kelapa, yang dari Takengon Aceh pun begitu juga,” ungkap Siahaan.
Kalau pun ada kelapa, kata dia, harganya terus naik dan dijual per kilogram, bulan lagi per butir. Situasi ini juga membuat dia kesulitan mendapatkan kelapa yang beberapa bulan lalu masih dijual Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per butir tetapi kini menjadi Rp 10.000 sampai Rp 12.000 per Kg.
Tengku, salah satu grosir kelapa parut di Jalan Karya Dame, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, bilang kenaikan harga kelapa membuat penjualannya menurun.
Alhasil, pihaknya pun melakukan siasat dagang dengan cara membeli kelapa ukuran kecil dari pihak penyuplai atau distributor, dengan berat bersih kelapanya benar-benar hanya 1 Kg agar tidak memberatkan konsumen.
Kata pedagang keturunan Aceh ini, harga kelapa terus naik sejak akhir tahun 2024 lalu dan terjadi menjelang hari-hari besar keagamaan atau libur nasional seperti saat ini, seperti Natal, Tahun Baru, Imlek, bulan suci Ramadhan, dan Hari Raya Idul Fitri.
Beberapa waktu sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI), Suprihadiono, mengakui ada kenaikan harga kelapa dan itu terjadi menjelang hari libur, terutama yang terkait dengan libur perayaan keagamaan.