Jakarta, mediaperkebunan.id – Dengan bersandarkan pada energi baru dan terbarukan, termasuk yang berbasis pada minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) yang berasal dari kelapa sawit, industri penerbangan global telah mengeluarkan target untuk netral karbon sebanyak 21,2 gigaton pada tahun 2050 nanti.
Hal itu, seperti dikutip mediaperkebunan.id, Senin (28/4/2025), diungkapkan oleh Arif Rahman yang saat ini sedang menjalani posdoctoral di Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PRSPBPDH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), belum lama ini.
Arif Rahman mengungkapkan target industri penerbangan global tersebut saat berbicara sebagai salah satu pemateri dalam sebuah diskusi kelompok terpumpun atau focus group discussion (DKT/FGD) dengan tema ‘Sustainable UCO Supply Chain for Sustainable Aviation Fuel (SAF): Technological Innovation, Social Synergy, and LCA Analysis”.
“Industri penerbangan global sendiri telah menetapkan target netral karbon pada tahun 2050, yakni sebesar 21,2 gigaton,” ungkap Arif Rahman saat itu.
Kata dia, salah satu strategi yang ditempuh untuk mencapai target tersebut adalah beralih dari bahan bakar fosil, yaitu avtur, ke bahan bakar nabati (BBN) yang lebih ramah lingkungan dan terbarukan yang dikembangkan melalui sustainable aviation ruel (SAF).
“Hasil kajian dari life cycle assessment (LCA) memberikan dasar ilmiah untuk mengambil keputusan, terkait pengembangan kebijakan, investasi, dan inovasi teknologi dalam produksi SAF yang efektif menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan,” ujar Arif Rahman.
Sebagai informasi, LCA ini adalah sebuah metode sistematis untuk menilai dampak lingkungan suatu produk, proses, atau sistem selama seluruh siklus hidupnya, dari ekstraksi bahan baku hingga pembuangan.
Arif Rahman menilai minyak jelantah kelapa sawit sebagai limbah atau biomassa hang bernilai tinggi apabila bisa dikelola dengan baik.
Ia menyebutkan, sebagai bahan baku bioavtur atau SAF,, minyak jelantah dapat memberikan kontribusi terhadap transisi menuju energi hijau serta membuka peluang ekonomi, baik pada tingkat lokal maupun global.
Arif Rahman mengingatkan tentang pentingnya aspek keberlanjutan atau sustainability dalam produksi SAF guna mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan menurunkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
“Dan sekaligus mendorong ekonomi sirkular, menekan polusi udara lokal, mendukung pembangunan berkelanjutan, serta memenuhi regulasi dan tuntutan pasar,” tegas Arif Rahman selaku salah satu posdoctoral di PRSPBPDH BRIN.