Bandung, mediaperkebunan.id – Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Kontribusi penting dari komoditas kopi bagi perekonomian nasional tercermin pada kontribusinya terhadap pemerataan pendapatan bagi para pemangku kepentingan, kinerja perdagangan dan peningkatan nilai tambahnya.
Sebagai produk ekspor, komoditas kopi telah secara signifikan memberikan kontribusi berupa penghasil devisa dan pendapatan negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, pendorong pertumbuhan sektor agribisnis dan agroindustri, pengembangan wilayah, serta pelestarian lingkungan.
“Indonesia sudah terkenal sejak dahulu sebagai negara penghasil kopi di dunia dengan cita rasa dan aroma yang sangat luar biasa, kinerja positif komoditas perkebunan pun turut menopang pertumbuhan industri pengolahan, terutama industri makanan dan minuman (mamin), jadi kopi Indonesia khususnya dari Jawa Barat ini harus menjadi primadona,” ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Gerakan Tanam Kopi (Gertak) di pegunungan Patuha Desa Sugihmukti Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Syahrul pun mengungkapkan, kopi dibudidayakan oleh lebih dari 60 negara di kawasan tropis yang terbentang dari Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan Asia Pasifik.
Meskipun negara produsen kopi cukup banyak, tetapi keberadaan kopi Indonesia di pasar dunia tetap diperhitungkan dan mempunyai peluang yang baik di era liberalisasi perdagangan. Hal ini karena beberapa sifat yang dimiliki kopi Indonesia antara lain memiliki kekhasan cita rasa (baik untuk kopi jenis arabika maupun robusta) yang menyebabkan kopi Indonesia tetap dibutuhkan di pasar dunia, bahkan cukup banyak yang tergolong kopi yang memperoleh apresiasi konsumen sebagai kopi premium.
Sebagian besar kopi arabika Indonesia sudah mempunyai posisi di pasar internasional sebagai kopi specialty dan memperoleh harga premium.
Beberapa jenis kopi specialty Indonesia sudah memiliki brand di pasar dunia karena faktor geografis dan lingkungan yang spesifik seperti Java Preanger Coffee, Toraja Coffee, Kalosi Coffee, Gayo Coffee, Mandailing Coffee, Lintong Coffee, Bali Kintamani Coffee, Flores Bajawa Coffee, Baliem Coffee dan lain-lain. Pasar kopi specialty saat ini sedang tumbuh di negara-negara konsumen utama (Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang).
“Telah kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2021 berhasil tumbuh positif sebesar 3,51% (Y-on-Y) atau 1,55% (Q-to-Q), melanjutkan pertumbuhan positif sebelumnya dari Triwulan II-2021,” jelas Syahrul.
Selanjutnya, Syahrul menerangkan, situasi pandemi yang mulai terkendali telah mendorong peningkatan aktivitas ekonomi domestik, khususnya di sektor pertanian.
Seperti diketahui, produk dometik bruto (PDB) pertanian tumbuh 1,31% pada triwulan ke III tahun 2021, pertumbuhan PDB sub sektor perkebunan tumbuh 8,34 persen didorong peningkatan produksi beberapa produk perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, kakao dan tebu.
“Pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara penghasil kopi peringkat keempat setelah Brazil (4,14 juta ton), Vietnam (1,74 juta ton), Columbia (858 ribu ton) dengan produksi 762.380 ton peringkat ke empat. Selama 10 tahun terakhir (2012-2021) volume ekspor kopi mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,77% per tahun. Rata-rata laju pertumbuhan volume impor kopi 10 tahun terakhir 49,48% (Badan Pusat Statistik (BPS), angka sementara (ASEM) 2021),” papar Syahrul.
Berdasarkan data statistik perkebunan ASEM tahun 2021, Luas areal kopi nasional mencapai luasan 1,26 juta ha yang terdiri dari luas kopi Perkebunan Rakyat (PR) seluas 1,24 juta ha, atau 98,13% dan Perkebunan Besar (PB) seluas 0,02 juta ha atau 1,87%.
“Luasnya pengelolaan perkebunan kopi oleh rakyat mengindikasikan bahwa peran komoditas kopi sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat sangat penting,” ucap Syahrul.
Syahrul pun menerangkan, untuk produktivitas kopi di Indonesia (ASEM, 2021) baru mencapai 817 kilogram (kg)/hektare (ha), masih terdapat gap terhadap produktivitas maksimumnya dengan potensi produktivitas maksimum pada 1.300 kg/ha untuk kopi robusta dan 1.000 kg/ha untuk kopi arabika.
“Sehingga melalui GERTAK ini sebagai upaya kita untuk menyiapkan kawasan pengembangan kopi dengan target produktivitas tinggi. Sehingga momentum GERTAK dapat dijadikan sebagai langkah positif dalam menetapkan standar Good Agriculture Management (GMP) pengembangan di hulu mulai dari penyiapan lahan sesuai dengan Kawasan, penyediaan benih bermutu dan bersertifikat, serta penggunaan teknologi yang tepat guna untuk peningkatan produksi, penanganan pasca panen dan pengolahan hasil,” papar Syahrul.