Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meluncurkan buku dengan judul “Masih Berjayakah Sawit Indonesia? Menghadapi Tuntutan Sustainability Global”. Buku ini ditulis oleh Joko Supriyono dan resmi diterbitkan di Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Joko mengungkapkan bahwa buku ini ia tulis dengan tujuan untuk merenungkan dan mengevaluasi apakah kebaikan dan manfaat kelapa sawit masih dapat dirasakan di masa yang akan mendatang. Sebagaimana seperti kondisi saat ini yang menunjukkan bahwa sawit mempunyai peran yang besar dalam perekonomian Indonesia.
“Buku ini mencoba menguraikan dan mengungkapkan sisi yang berbeda mengenai pertanyaan apakah kejayaan sawit yang telah berperan dalam perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia masih akan berlanjut di masa mendatang,?” ujar Joko dalam sambutannya.
Berawal dari pertanyaan tersebut, buku “Masih Berjayakah Sawit Indonesia? Menghadapi Tuntutan Sustainability Global” akan menjawab dari aspek – aspek sustainability. Yang dimana banyak sekali tuduhan dan fitnah mengenai industri sawit yang dikaitkan bahwa produk sawit tidaklah sustainable.
“Kami setuju dengan sustainability, tapi standarnya apa? Global standarnya apa? Apakah tuntutan sustainability itu diajukan pada kelompok minyak yang lain? Apakah tuntutan sustainability tersebut jujur demi menjaga eksistensi industri sawit atau sebaliknya?,” ungkapnya.
Joko juga mencurigai adanya upaya dari banyak actor dalam skala global untuk membangun persepsi public yang negatif mengenai industri sawit. Tentunya hal ini akan menghambat perdagangan minyak sawit, menciptakan perspektif negatif di masyarakat, dan menghalangi pembiayaan untuk industri sawit.
“Mereka secara aktif telah menggalang masyarakat global menolak konsumsi minyak sawit untuk berbagai keperluan. Dalam konteks ini, telah terjadi standar ganda dalam memperlakukan minyak sawit terkait perbandingannya dengan minyak nabati lain,” kata Joko.
Di dalam buku “Masih Berjayakah Sawit Indonesia? Menghadapi Tuntutan Sustainability Global”, juga menunjukan sikap pemerintah yang takut menghadapi berbagai tuduhan pada industri sawit nasional. Pemerintah selalu menuntut agar industri sawit terus memperbaiki regulasi nasional sesuai dengan standar sustainability yang mereka tetapkan tanpa memperhatikan kepentingan Indonesia sebagai produsen minyak sawit. Akibatnya malah menciptakan beban – beban baru bagi industri sawit Indonesia.
“Ditengah tuntutan dan hambatan di pasar, apakah pemerintah juga suportif dan protektif? Pelaku usaha melihat pemerintah kurang bersemangat atau kurang serius dalam mengahdapi tantangan ini. Banyak regulasi yang tumpang tindih dan tidak suportif bagi pelaku sawit,” ungkapnya.
Joko berharap buku ini dapat menjadi refleksi bagi semua pihak yang sangat mencintai dan bangga pada industri sawit Indonesia. Masih banyak permasalahan yang harus diperbaiki dan jangan sampai terlena pada posisi “nyaman” saat ini.
“Mudah mudahan buku ini menjadi refleksi dari pengalaman saya di organisasi sawit selama 20 tahun. Sudah banyak buku yang terbit dan isinya menjaya-jayakan sawit. Jangan sampai kita terlena berada di comfort zone karena ada yang harus kita perbaiki. Saya optimis, asakan rekomendasi yang saya tulis dijalankan,” ujarnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono dalam sambutannya juga mengungkapkan hal serupa bahwa jangan sampai kejayaan industri sawit saat ini menjadi sejarah belaka. Semua pelaku industri sawit harus bersama-sama membenahi tata kelola. Buku yang ditulis oleh Joko Supriyono dapat menjadi jembatan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.
“Kita bersama-sama membenahi tata kelola. Kita adalah eksportir sawit dan konsumen terbesar di dunia. Jangan sampai kejayaan turun temurun ini menjadi sejarah yang terulang. Hanya menjadi cerita sejarah kita pernah eksportir terbesar di dunia. Buku ini akan menjadi acuan kita sehingga bisa menjadi jembatan untuk perubahan yang lebih baik,” kata Eddy.