2024, 29 November
Share berita:

Medan, mediaperkebunan.id – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) soroti putusan MK 138/2015 membuat perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki IUP dan HGU dianggap illegal. Putusan MK 138/2015 mengubah frasa UU perkebunan setiap perusahaan perkebunan wajib memiliki IUP dan/atau HGU menjadi dan HGU.

“Hal ini membuat ketidakpastian hukum, perusahaan yang belum komplit punya dua-duanya dianggap illegal sehingga terjadi pencurian, penjarahan dan penjarahan lahan,” kata Timbas Prasad Ginting, Ketua GAPKI Cabang Sumut pada Seminar Nasional dan Field Trip Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS.

Sebelum keputusan MK perusahaan perkebunan biasanya punya IUP dulu kemudian operasional sambil mengurus HGU, sebab prosesnya lama. GAPKI minta plt Dirjenbun mengeluarkan surat edaran supaya perusahaan yang sudah punya IUP sebelum keputusan MK dapat menjalankan perkebunannya sambil mengurus HGU. Kewajiban punya IUP dan HGU baru boleh beroperasi hanya bagi perusahaan yang izinnya setelah keputusan MK.

Tumpang tindih aturan antar instanya contohnya pengaturan pendirian PKS antara Kementan dan Kemenperin dengan syarat yang berbeda. PP nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelengaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko terdapat persyaratan pengaturan yang berbeda terkait dengan izin industri minyak mentah kelapa sawit/KBLI 10431.

Lampiran II 2.A.12 Sektor Pertanian menyebutkan bahwa Persyaratan Perizinan untuk Industri Minyak Mentah Kelapa Sawit/CPO mempersyaratkan terintegrasi dengan kebun kelapa sawit, skala usaha besar, risiko tinggi.

Tetapi lampiran II 6.A.167 Sektor Perindustrian, Persyaratan Perizinan untuk industri minyak mentah kelapa sawit/CPO mempersyaratkan industri kecil, industri menengah berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri (tidak mempersyaratkan terintegrasi dengan kebun kelapa sawit), skala usaha kecil, risiko rendah. Berdasarkan lampiran sektor perindustian ini ketika masuk ke OSS dengan modal Rp1-5 miliar tidak termasuk bangunan dan tanah bisa otomatis terbit tanpa rekomendasi teknis lingkungan.

Baca Juga:  Luas Lahan Tutupan Kelapa Sawit Kian Bertambah

Akibatnya adalah menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum; terjadi kesimpang siuran kewenangan di lapangan karena masing-masing kementerian syaratnya berbeda, munculnya PKS yang berdiri berdekatan dengan PKS yang sudah ada, sehingga merusak tatanan kemitraan yang sudah ada, meningkatnya pencuriian dan penjarahan kebun di beberapa daerah, untuk PKS yang tidak terdukung dengan kebun tidak dapat memenuhi syarat ISPO.

Usulan GAPKI terkait hal ini adalah untuk memudahkan dalam pengaturan, pembinaan dan pengawasan, sebaiknya wewenang pemberian izin PKS tetap di bawah Kementan. Kalau tidak bisa maka komitmen perizinan PKS wajib terintegrasi 20% dengan kebun sendiri.

PKS baru dapat berdiri bila wajib dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dari kebun sendiri minimal 20% dari kapasitas terpasang, adanya kebun petani swadaya yang belum bermitra dengan PKS yang sudah ada dengan pasokan yang cukup untuk pendirian PKS baru; pendirian PKS baru minimal berjarak radius 60 km dari PKS yang sudah ada.

Pengaturan FPKMS (Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar) juga kurang sikron antara Kementan, Kemenhut, Kementerian ATR/BPN. Regulasi Kemenhut dan Kemen ATR.BPN semua perusahaan harus melakukan FPKMS, sedang Kementan tidak.

Peraturan Kementan tentang FPKMS sebelum Januari 2007 menuliskan tidak wajib, bila lahan tidak ada bisa pola kemitraan lain, 20% dari luas areal yang mengusahakan dan di luar IUP. Kemenhut 20% dari luas eks pelepasan kawasan hutan, lokasi di dalam atau sekitar areal pelepasan. Kemen ATR/BPN tetap alokasi 20% pada saat perpanjangan atau pembaharuan HGU, tidak ada opsi kemitraan lainnya, paling sedikit 20% dari HGU, jika tidak ada FPKMS maka ambil 20% dari luas HGU. Seharunya Permentan menjadi Grand Father Clause dan peraturan lain yang terbit harus mengacu pada permentan

Baca Juga:  Sawit Terserang Ulat Pemakan Daun, Begini Pengendaliannya