Keberhasilan dan keberlanjutan kemitraan PIR tidak akan berakhir (never ending) dan harus terus dilanjutkan. Suryanto, Ketua GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) bidang Kemitraan dan Pembinaan Petani menyatakan hal ini.
PIR yang diawali tahun 70an dengan bantuan Bank Dunia berupa Nukleus Estate Smallhoder (NES) kemudian berlanjut dengan program pengembangan Perusahaan Inti Rakyat kelapa sawit. Dimulai dengan PIR NES, PIR Khusus dan PIR Lokal dengan PTP sebagai perusahaan inti. Kemudian PIR Trans dengan perusahaan perkebunan swasta sebagai inti. Selanjutnya Pola PIR KKPA, revitalisasi perkebunan dan yang paling akhir Peremajaan Sawit Rakyat.
PIR sukses mengubah komposisi luas lahan sawit yang dimiliki oleh rakyat dari 6.175 ha tahun 1980 menjadi 5.958.502 ha tahun 2019. Dampak kemitraan yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan adalah daerah kemitraan menjadi berkembang pesat karena terbukanya berbagai peluang dan dan perputaran uang yang cukup significant. Di beberapa wilayah menjadi tempat pemekaran desa, kecamatan, kabupaten.
Kesejahteraan petani meningkat dan memiliki peluang untuk bekerja baik di kebun sendiri atau tempat lain. Petani juga mendapat pengalaman dan pengetahuan terkait perkebunan dan organisasi. Koperasi pedesaan berkembang sehingga memajukan kehidupan masyarakatnya. Terbuka pekerjaan baru di koperasi dan unit-unit usahanya.
Kebutuhan terhadap pemenuhan operasional kebun membuka peluang usaha bagi masyarakat lain sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat lainnya. Perusahaan juga dapat memaksimalkan utilisasi dan keberlanjutan rantai pasok untuk pabrik kelapa sawit. Bank memiliki kesempatan melakukan pembiayaan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
PIR yang sukses adalah intinya mempunyai kemampuan membangun dan mengelola kebun serta kemampuan finansial; membangun Pabrik Kelapa Sawit yang kapasitasnya sesuai dengan kebun inti dan plasma; menerima seluruh TBS petani plasma dengan harga penetapan provinsi , keberlanjutan kemitraan yang sudah terbangun. Sedang petani memiliki lahan dan kesanggupan ; seluruh TBS petani dikirim ke PKS inti, berhak menerima harga TBS sesuai tim penetapan provinsi dan melanjutkan kemitraan hingga peremajaan berikutnya.
Keberlanjutan PIR saat ini mengalami tantangan yaitu sebagian besar lahannya sudah memasuki usia replanting. Mengelola kebun tua menghadapi berbagai masalah seperti produktivitas yang menurun; proses panen sulit karena pokok yang meninggi; biaya panen tinggi; pendapatan menurun. Peremajaan tidak bisa ditunda-tunda lagi karena semakin ditunda biaya semakin tinggi. Potensi peremajaan di areal PIR seluas 513.927,3 ha.
Tantangan yang dihadapi pada peremajaan PIR adalah melanjutkan kemitraan dengan inti; banyaknya SHM yang berpindah tangan atau jadi jaminan kredit di bank; kondisi beberapa koperasi dan pengurusnya yang kurang kondusif; penghasilan petani saat replanting; besarnya biaya replanting; dukungan pembiayaan dari bank; persyaratan avalis untuk mendapat pembiayaan dari bank; kemudahan mendapat dana hibah dari BPDPKS dan banyak bertumbuhnya pabrik tanpa kebun.