Jakarta, mediaperkebunan.id – Belum lama ini, Indonesia dinyatakan menang dalam Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), tetapi masalah ganoderma masih menjadi ancaman nyata kelapa sawit di dalam negeri.
Menangnya Indonesia di WTO atas diskriminasi minyak sawit di Eropa dan ditundanya penerapan EUDR sedikit melegakan sawit Indonesia yang selalu ditekan di pasar internasional. Dengan adanya keputusan WTO ini maka EUDR yang akan berlaku akhir 2025 harus menyesuaikan supaya tidak melakukan diskriminasi.
Diskriminasi dan EUDR adalah salah satu masalah besar kelapa sawit yang penyelesaianya juga perlu upaya keras pada ranah diplomasi internasional. Tetapi jangan lupa, masih banyak masalah teknis kelapa sawit yang penyelesaiannya juga perlu upaya dan dana sangat besar.
Menurut Sekjen Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI), Hendra J Purba, ancaman nyata terkait teknis kelapa sawit adalah serangan Ganoderma Boninense yang sudah menyerang bahkan generasi pertama. Sampai saat ini tidak ada pasti berapa sebenarnya luas serangan ganoderma ini tetapi dari kunjungan ke lapangan baik ke kebun perusahaan maupun petani nyata sekali bahwa serangannya sudah sangat mengkuatirkan.
Perusahaan perkebunan besar dengan dana yang mereka miliki saat ini juga masih terus berupaya mengatasinya. Perusahaan menengah dan kecil dengan dana yang lebih terbatas melakukan hal yang sama. Paling mengkuatirkan adalah petani, mereka hanya bisa melihat dan tidak berbuat apa-apa ketika tanaman sawitnya tumbang.
“Saya pernah berkunjung ke petani sawit di Sumsel. Pohon sawit mereka tiba-tida ada yang tumbang. Mereka tidak melakukan apa-apa padahal kalau sudah seperti itu pasti di areal itu Ganoderma sudah banyak menyerang. Kesadaran akan ganoderma penting bagi petani terutama kemampuan deteksi dini sehingga bila ada serangan tidak menyebar dan jadi outbreak,” katanya.
Kebutuhan sawit di dalam negeri semakin besar dengan adanya program B40. Padahal dalam beberapa tahun terakhir produksi stagnan. Jangan sampai serangan Ganoderma semakin meluas sehingga produksi minyak kelapa sawit turun. Ganoderma terutama pada petani harus segera diatasi. Jangan sampai pernyataan sawit akan punah bila Ganoderma tidak diatasi akan jadi kenyataan.
Sehubungan dengan hal itu P3PI berkerjasama dengan Media Perkebunan mengadakan 2nd International Symposium Ganoderma (ISGANO) Conference and Exhibition tanggal 5-7 Februari di Bandung. Dalam pameran nantinya akan ditampilkan teknologi terbaru mengendalikan Ganoderma.
Hari pertama akan dibahas Elaeidobius Kamerunicus, kumbang yang merevolusi budidaya kelapa sawit dengan tugas penyerbukannya. Kasus buah kempet dilaporkan terjadi di mana-mana. Asisten polinasi yang sudah lama tidak ada sekarang jadi praktek umum kembali di beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit, sehingga ada kenaikan biaya produksi. Akan dibahas upaya apa yang sedang dan akan dilakukan untuk mengatasi masalah ini.
“Kelapa sawit ini merupakan bisnis yang sangat besar dengan tantangan dan masalah yang sangat besar juga. Tantangan teknis selain ganoderma dan Elaeidobius juga masalah perubahan iklim. Hal seperti ini harus menjadi perhatian besar juga. Produktivitas yang stagnan harus jadi perhatian. Sudah saatnya hal-hal teknis diperhatikan dengan detail dan diperbaiki untuk menjaga keberlanjutan sawit Indonesia,” kata Hendra Purba.