2024, 28 November
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), HM Arum Sabil mengingatkan pemerintah tentang perlunya membuat formula untuk mengatasi masalah fundamental agar swasembada tebu dapat tercapai. Menurutnya, tidak ada terobosan yang efektif untuk menjadikan Indonesia tidak bebas impor.

“Pendekatan-pendekatan yang dilakukan selama ini belum mampu menyelesaikan persoalan mendasar. Apalagi yang dilakukan secara top down tanpa melibatkan pelaku usaha khususnya petani dalam penyusunan kebijakan,” jelas Arum.

Kemudian, Arum juga menjelaskan bahwa petani tebu Indonesia sudah relatif maju karena sudah berlembaga dan bermitra dengan pabrik gula. Namun, masih memerlukan pembenahan dan penyelesaian tetap pada beberapa masalah. Melakukan penataan secara komperhensif mulai dari penyediaan benih bermutu, pengembangan pertanian presisi, penguatan permodalan, akses pupuk dan konservasi lahan merupakan keharusan.

Kemudian, dalam formula swasembada tebu pemerintah juga perlu melakukan riset untuk mendapatkan varietas unggul yang tahan penyakit, adaptif terhadap perubahan iklim, rendemen dan bobot tinggi.

“Saat ini varietas yang banyak ditanam petani hanya Bululawang, sementara jenis baru lambat diintroduksi kepada petani. Lalu hal lain yang perlu dibenahi dari sisi permodalan. Dahulu dengan adanya Kredit Koperasi Primer untuk Anggota yang dapat diakses berulangkali,” tutur Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).

“Dengan KUR petani dibatasi hanya bisa mengakses hingga jumlah tertentu. Perlu ada kredit khusus untuk petani yang penyalurannya melibatkan koperasi dan PG sebagai avalis,” lanjutnya.

Arum juga berharap petani tebu bisa mendapatkan kemudahan akses pupuk berkualitas dan kuota pupuk subsidi yang lebih besar sehingga dapat mengaplikasikannya pada saat musim tanam.

Seperti halnya pada kelapa sawit, pembiayaan pembangunan kebun tebu juga perlu menggunakan pembiayaan komoditas selain mengandalkan kredit perbankan. Pajak impor gula juga dapat kembali ke petani agar dapat memanfaatkannya untuk perluasan bongkar ratoon dari APBN. Kegiatan bongkar ratoon ini setiap 5 tahun sekali agar produktivitas dapat terus meningkat.

Baca Juga:  PERHUTANI SEDIAKAN 62.000 BAGI INVESTOR BARU PG

Arum kemudian soroti perlunya melakukan pembangunan tebu di luar Jawa secara bertaha, apalagi jika mengandalkan perkebunan rakyat. Perlunya penyusunan masterplan pengembangan ekosistem. Kepastian pembangunan pabril gula dengan analisis kesesuaian lahan danmodel pengemban serta pendekatan sosiocultural dapat mengurangi timbulnya risiko tumbuhnya masalah di kemudian hari. Kuncinya adalah dalam penyusunan rencana tidak bersifat top down tetapi harus melibatkan semua pihak.

Anggota DPR RI Fraksi Golkar, Firman Subagyo pada kesempatan yang lain menyarankan perlunya pengadaan UU komoditas yang mengamanahkan agar pemerintah melakukan perlindungan terhadap eksistensi sebuah komoditas, menjaga peningkatan produktivitas, serta menjamin sumberdaya untuk mewujudkan swasembada.

“Untuk tebu, dengan adanya UU terkait komoditas tebu, maka pemerintah diwajibkan melakukan pemeliharaan lahan tebu, memberikan dukungan pembiayaan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas serta penyediaan berbagai instrument untuk mewujudkan swasembada gula”, jelas Firman.

Arum kemudian menyebutkan kebutuhan gula nasional saat ini mencapai 5 juta ton dengan impor 2,7 juta ton dan produksi nasional 3,3 juta ton. Kemudian pada awal tahun 2023, Presiden Joko Widodo menargetkan swasembada gula tahun 2028 dan peningkatan produksi bioetanol tahun 2030 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 yang terbit pada 16 Juni 2023.

Kemudian, berdasarkan data BPS sepanjang tahun 2023 Indonesia mengimpor 5,069 juta ton gula, senilai US$2,88 miliar atau setara Rp44,33 triliun, baik untuk gula konsumsi maupun gula industri yang merupakan hasil impor ula kristal mentah. (NS/Humas DjBun)