Hati-hati di tahun politik. Sebab di tahun tersebut akan keluar-kebijakan, yang terlihat janggal atau aneh, diantaranya kebijakan importasi beras sebanyak 500 ribu ton.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR-RI, Firman Soebagyo dalam keterangan tertulis yang dikirimkan ke perkebunannews.
Artinya, Firman yang juga Ketua Badan Legislatif ini mempetranyakan, apa maksud dibalik impor beras tersebut? Sebab kebijakan tersebut sangat dirasa terlalu memaksakan. Sehingga sangatlah wajar jika saat ini kebijakan tersebut dipertanyakan.
Disisi lain, berdasarkan catatannya, bahwa Oktober sudah memasuki musim tanam sehingga bulan Januari seharusnya sudah masuk ke musim panen dan puncaknya adalah di bulan Februari. “Belum lagi faktanya di bulan Januari 2018 ini stok beras masih ada dimana-mana dan harga baik menjelang Lebaran, Natal dan Tahun Baru juga masih dapat terkendali,” ucap Firman.
Atas dasar itulah, Firman sangat kecewa dan mengecam keras kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton. Sebab dengan mengeluarkan kebijakan impor beras maka dapat memukul petani yang akan panen.
Tidak hanya itu, menurut Firman sebelum melakukan impor seharusnya melihat kembali Undang-Undang (UU) Pangan dimana didalam UU tersebut dikatakan bahwa impor bisa dilakukan bilamana produk nasional dalam hal ini produk petani dan stok nasional tidak mencukupi, dan itu pun harus rekomendasi dari Kementerian Pertanian selaku instansi pemerintah yang menangani budidaya petani.
“Kejangggalan berikutnya adalah kebijakan impor tersebut diambil setelah melakukan rapat dangan para pelaku pedagang dan tengkulak. Padahal semua kita tau bahwa mafia pangan selama ini adalah mereka-mereka itu,” keluh Firman.
Dalam hal ini, menurut Firman, jika memang Kementerian Perdagangan mau melakukan impor maka Kementerian tersebut harus berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian yang memang sama-sama instansi pemerintah.
Dimana Kementerian Perdagangan selaku Kementerian yang bertanggung jawab terhadap tata niaga perdagangan baik di dalam dan lua negeri termasuk ekspor dan impor. Sedangkan Kementerian Pertanian bertanggung jawab terhadap pertanian dimana harus menangani produksi yang dihasilkan oleh petani.
“Jadi jika ingin melakukan impor sebaiknya melakukan klarifikasi dan cross check dengan Kementerian Pertanian dahulu. Sebab masalahnya menurut data Kementerian Pertanian bahwa stok pangan nasional lebih dari cukup dan puncak panennya bulan Februari,” tutur Firman.
Tidak hanya itu, Firman juga mempertanyakan mengapa akhir-akhir ini Kementerian Perdagangan sering membuat kebijakan yang aneh-aneh melalui surat Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmen). Diantaranya Kepmen tata niaga impor tembakau, meskipun baru-baru ini akhirnya dibatalkan karena dinilai sangat memalukan dan menunjukan bahwa tidak profesional.
Melihat kejadian-kejadian tersebut, Firman membenarkan, “jika impor dilakukan pada saat petani melakukan panen itu sama saja menyengsarakan rakyat dan tidak sejalan dengan nawacita Presiden Joko Widodo.” YIN